yogyakarta

DPRD Sesalkan Pemotongan Insentif Nakes

Jumat, 5 Februari 2021 | 09:43 WIB
Ilustrasi Tenaga Kesehatan

YOGYA (KR) - Pemerintah pusat memutus insentif bagi tenaga kesehatan. Tidak mainmain, potongannya mencapai setengah lebih. Padahal mereka sehari-hari harus bertaruh risiko diri dan keluarganya untuk mengobati pasien Covid-19.

"Ini adalah kebijakan yang menyedihkan dan memprihatinkan. Di tengah perjuangan mereka membantu pasien Covid-19 yang jumlahnya sangat banyak, justru insentifnya dipotong. Kalau wajarnya orang kerja, semakin banyak dan berisiko pekerjaan insentifnya ditambah. Ini kebalikannya, pekerjaan dan risiko berlipat karena lonjakan pasien malah insentifnya dipotong," ujar Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana, Kamis (4/2).

Anggaran menjadi alasan pemotongan ini. Dan itu menurut Huda sangat klasik. Mengingat sektor lain dalam pemerintahan banyak yang membelanjakan anggaran secara tidak efisien. Pihaknya mengaku terkejut ketika membaca surat dari Kementerian Keuangan kepada Kementerian Kesehatan tentang pemotongan besaran insentif tersebut. Apalagi ada klausul angka tersebut merupakan besaran tertinggi dan hanya dialokasi ke daerah yang pandemik. Klausul tersebut dinilai Huda multitafsir. Dapat saja daerah mengajukan, tetapi ditolak karena dianggap tidak pandemi. Dapat juga ada tafsir daerah tidak boleh menambahkan karena besaran tertinggi.

"Saya minta agar pemerintah pusat menerbitkan edaran yang jelas yang mengizinkan daerah menambahkan anggaran untuk insentif tersebut. Saya sendiri tidak tega jika melihat besaran tersebut diberikan kepada nakes di DIY tanpa ada penambahan. Apalagi kasus aktif di DIY sangat tinggi, rumah sakit penuh dan kondisi yang menekan rekan-rekan tenaga kesehatan dalam sehari-hari bekerja," ungkapnya.

Untuk itu pihaknya meminta kepada Pemda DIY agar menambahkan insentif. Setidaknya dikembalikan seperti semula. Bahkan kalau bisa dilebihkan. Dinkes perlu segera koordinasi dengan kabupaten/kota untuk penambahan ini. Mana yang menjadi bagian provinsi dan man yang menjadi bagian kabupaten/kota. Misalnya untuk RS rujukan provinsi, puskesmas kabupaten/kota atau diskemakan dengan cara lain yang lebih baik. Pihaknya juga mendesak agar pemerintah pusat segera membuat edaran yang tegas bahwa daerah boleh menambahkan insentif serta boleh menganggarkan keperluan mendesak lain untuk penanganan Covid-19 agar tidak menjadi masalah di kemudian hari.

Ambigu dan inkonsistensi aturan keuangan dari pusat ini sangat menyulitkan dan mengekang daerah, bahkan kadang tidak masuk akal. Aturan keuangan daerah dibuat sangat detail oleh pusat sampai teknis-teknis dan berakibat hukum jika tidak dilakukan.

"Contohnya, DPRD mau ketemu tenaga kesehatan saja tempatnya kalau mau difasilitasi anggaran harus di gedung pemerintah seperti desa, kecamatan dan sebagainya. Kalau ketemu di aula rumah sakit tidak ada anggarannya," tuturmya. (Awh)

Tags

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB