YOGYA, KRJOGJA.com - Rencana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) 2021 menjadi salah satu isu yang dibahas dalam kegiatan Rapimnas Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) yang berlangsung di Yogyakarta mulai 24-25 November 2020. Rapimnas diikuti perwakilan dari setiap DPD, seperti dari Sumatra Utara, Sumatra Barat, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Barat hadir untuk membahas proyeksi pertanian tembakau ke depannya.
Ketua Umum APTI Soeseno menuturkan dalam Rapimnas, dibahas secara menyeluruh implikasi kenaikan cukai terhadap nasib petani tembakau ke depannya."Sejujurnya, para petani tembakau di daerah tidak mengetahui detail apa dan bagaimana perhitungan kenaikan cukai, atau bagaimana dampak langsung dan tidak langsungnya di lapangan. Di Rapimnas APTI kali ini, petani perlu memahami secara menyeluruh kebijakan kenaikan cukai, sehingga mereka tidak termakan hoax," ujarnya, Selasa (24/11/2020).
Ia menekankan, selama ini, petani tembakau di daerah hanya sekadar mengetahui bahwa kebijakan kenaikan cukai akan mengurangi permintaan tembakau dari pabrikan ke petani. "Di Rapimnas ini kita memaparkan seluruh fakta tentang pertembakauan di lapangan, termasuk rencana kenaikan cukai, agar benar-benar clear. Bagaimana detail aturannya, pengaruhnya terhadap produksi, substitusinya. Intinya seperti apa rumitnya, petani harus punya gambaran, punya persepsi yang sama," imbuh Soeseno.
Soeseno mengkalkulasi jika kenaikan cukai tembakau diterapkan akan terjadi penurunan produksi dan sekira 50 ribu ton tembakau petani tidak terserap. Selanjutnya, petani akan menjual tembakaunya dengan harga murah dan merugi. Padahal, petani membutuhkan dana untuk menanam pada periode selanjutnya.
"Itu kondisi rata-rata produksi 50 miliar batang rokok. Petani selama ini mengadalkan tembakau sebagai reinvestasi saat harga bagus. Kalau harga tidak bagus dan dikenakan tarif cukai yang mencekik, petani enggan menanam dan luas lahan tembakau semakin berkurang secara alamiah," tandas Soeseno.
Sementara itu, Sekjen APTI Wening Swasono, menuturkan dalam Rapimnas kali ini, diharapkan lahir kesepakatan bahwa Munas yang pada awalnya direncanakan pada akhir November 2020 dapat ditunda hingga Maret 2021. Pertimbangannya, selain karena kurva COVID-19 yang juga belum melandai, masih banyak DPD yang belum melaksanakan musyawarah cabang (muscab). "Dalam Munas APTI nantinya, dampak kenaikan cukai, sigaret kretek tangan (SKT) dan kemitraan petani menjadi sorotan utama,"ujarnya.
Wening menyadaribukan hanya industri tembakau saja yang terkena dampak. Situasi ini tidak hanya dirasakan industri di dalam negeri, namun juga global. UMKM, sektor jasa, manufaktur, transportasi dan masih banyak lagi, merasakan jatuh bangun untuk bertahan di tahun 2020.
"Para pengurus dan anggota APTI di daerah menaati protokol kesehatan dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat. Sangat tidak disarankan untuk kumpul-kumpul, sekalipun tujuannya musyawarah. Para petani tembakau menerapkan social distancing," pungkasnya. (*)