Krjogja.com - YOGYA - Kekayaan budaya dan alam menjadi inspirasi untuk lebih menjadikan batik sebagai identitas Indonesia. Dua pembicara menyepakati hal itu pada Dialog bertema 'Batik dan Kebudayaan Indonesia, Menemukan Kembali Keindonesiaan Kita dalam Batik' di Baleseni Condroradono, Kadipaten Kidul, Yogyakarta, Minggu (30/7/2023) malam. Dialog digelar Batik Ceduy yang dikelola Kusminari sekaligus peluncuran 'BatiKita MeraPuti'.
Ania Nugrahani, arkeolog, Dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Kepala Museum Gadjah Mada, menyebutkan candi-candi menjadi inspirasi para pembatik jaman dulu. "Banyak motif batik menggambarkan relief -relief yang ada, seperti binatang dan bunga," kata Ania pada dialog yang dipandu Sigit Sugito ini.
Begitu pun peneliti batik Ina Sita Nur'Ainna yang menyebut flora dan fauna yang banyak terdapat di Indonesia bisa diangkat.
Di sisi lain, masalah lingkungan perlu menjadi pertimbangan pada pengembangan batik. Ina yang belum lama mendokumentasikan kegiatan di kerajinan batik Jolawe di Bantul melihat proses yang tak menggunakan pewarna kimia. Selama ini banyak proses pembatikan dengan pewarna kimia menghasilkan limbah yang mencemari air baik di sungai maupun di dalam tanah tanah. Maka Ina berharap untuk lebih banyak melakukan pewarnaan dengan yang alami.
Menanggapi pembicara, Agus Murdyastomo, sejarawan sekaligus Dosen Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) mengatakan, tak menjadi masalah batik dipengaruhi budaya lain. Di beberapa, wilayah pesisir dipengaruhi China yang akhirnya menjadi corak khas batik setempat. Misalnya megamendung yang khas Cirebon dipengaruhi oleh China.
"Tak masalah motif dari budaya lain diadopsi dan diangkat menjadi motif klasik," kata Agus.
Yang menjadi dilema justru adanya teknologi printing yang juga disebut batik. Memang harga lebih terjangkau. Agus mengimbau, yang tahu batik sebaiknya memakai batik yang benar. Tentang harapan untuk mengurangi bahan kimia, Agus mempertanyakan apakah bahan pewarna alami cukup tersedia?
Semakin tidak tersedianya kain untuk bahan batik dan banyak yang impor, Ania berharap produsen tenun lokal juga membuat tenun yang halus. Industri lokal selama ini lebih banyak membuat kain tenun yang selama ini dikenal.
Ania memastikan, industri lokal asal punya pasti dilindungi. (Ewp)