YOGYA, KRJOGJA.com - Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di DIY cenderung tidak sebanyak di daerah lain. Hal itu dikarenakan adanya kemungkinan daya tubuh anak DIY sudah cukup besar dibandingkan daerah lain. DBD pada anak-anak bisa kebal, seperti halnya kekebalan komunitas (Herd Immunity).
Namun biasanya kekebalan alamiah akan menurun setelah usia 10-15 tahun. Seharusnya orangtua bisa mengamati apabila anak terkena DBD, salah satunya dari panas badan (panas sampai hari keempat), tanpa batuk pilek patut dicurigai terkena DBD. Apabila ditemukan tanda-tanda tersebut sebaiknya segera dibawa ke dokter untuk dilakukan pengecekan darah.
"Dari 100 pasien yang terkena DBD yang perlu diopname hanya tujuh persen atau tujuh orang, sedangkan lainnya bisa dirawat orangtua di rumah. Karena di hari ketujuh, suhu badan anak akan mulai menurun dan akan berangsur-angsur sembuh. Namun karena banyak orangtua yang tidak memahami, sebaliknya untuk memastikan perlu dilakukan pengecekan di laboratorium (pengecekan darah)," kata Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM, Prof Dr Sutaryo.
Sutaryo mengungkapkan, saat ini kasus DBD cenderung mengalami pergeseran, dari yang dulunya lebih banyak diderita anakanak beralih kepada orang dewasa. Buktinya pada kurun waktu tahun 1970-an sampai tahun 2000-an anak yang banyak terkena DBD.
Namun dalam perkembangannya kasus DBD bisa bergeser pada orang dewasa yang belum pernah digigit oleh nyamuk Aedes Aegypti. Walaupun, berdasarkan pengalaman apabila orang dewasa terkena DBD secara data memiliki ketahanan lebih daripada anak-anak.
"Masyarakat di DIY sudah mulai terkena demam berdarah sejak 1968. Sehingga sudah sekitar 50 tahun suatu daerah terkena demam berdarah. Dulu kebanyakan yang terkena demam berdarah anakanak, sekarang mulai beralih pada orang dewasa. Kalau ibu atau bapak belum pernah terpapar DBD maka bisa terkena DBD,"kata Prof Sutaryo. (Ria)