YOGYA, KRJOGJA.com - Kementerian Koperasi dan UKM terus mereformasi total perkoperasian di Indonesia. Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga mengatakan, upaya reformasi dan re-orientasi koperasi Indonesia diawali dengan pendataan dan rehabilitasi koperasi, supaya sehat. Dari hasil pendataan, ada 60.000 koperasi di Indonesia yang kondisinya tidak sehat. Dari jumlah itu 41.000 koperasi bisa dipertahankan dan dibina, sisanya terpaksa dibubarkan karena sama sekali tidak aktif (tinggal papan nama).Â
"Tidak perlu banyak, tapi yang lebih utama koperasinya sehat dan aktif sehingga bisa menyejahterakan anggotanya," terang Puspayoga saat menyampaikan orasi ilmiah, rangkaian Dies Natalis ke-63 Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta di Ruang Ki Sarino Mangunpranoto UST, Jalan Kusumanegara 157 Yogyakarta, Jumat (7/9/2018). Hadir Ketua Umum Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa Ki Prof Dr Sri Edi Swasono, Rektor UST Ki Pardimin PhD dan sivitas akademika UST.
Upaya lain mereformasi koperasi, kata Puspayoga, dengan memangkas Peraturan Menteri (Permen) dari 32 menjadi 12 Permen. Ini dilakukan karena setelah dikaji secara mendalam, banyak peraturan yang tumpang tindih, sehingga perlu ada yang dihapus. Hasilnya pun positif, banyak koperasi yang tumbuh sebagai penyalur kredit usaha rakyat. Hal lain yang berhasil dipayakan dalam rangka mendorong koperasi sebagai tulang punggung perekonomian nasional, adalah turunnya bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) secara bertahap dari 22 persen menjadi 7 persen. Demikian juga dengan pajak bagi koperasi dan UKM yang omsetnya dibawah Rp 4,8 miliar, diturunkan dari 1 persen menjadi 0,5 persen. "Saat ini Kementerian sedang membuat pondasi yang kuat bagi pertumbuhan koperasi yang baik di Indonesia," katanya.
Menurut Puspayoga, meski perkonomian global sedang bergejolak akibat menguatnya dolar AS, pertumbuhan ekonomi di Indonesia masih cukup bagus, yakni 5,27 persen. Agar perekonomian nasional terus tumbuh dan tercipta pemerataan kesejahteraan, koperasi harus menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. Untuk mewujudkan itu, koperasi perlu mendapat kepercayaan dari masyarakat. "Kita bentuk deputi pengawasan untuk mencegah koperasi abal-abal," katanya.
Prof Sri Edi Swasono mengatakan, koperasi tidak bisa disamakan dengan ekonomi liberal yang hanya berorientasi menang kalah. Dalam koperasi, ada nilai budaya yang tidak ternilai yaitu asas kekeluargaan dan budaya gotong-royong anggota dalam mengingkatkan efisiensi dan produktivitas. Oleh sebab itu, koperasi menempatkan manusia (para anggota) sebagai posisi sentral yang sangat menentukan. "Yang menolong koperasi itu ya dirinya sendiri (para anggota), oleh karena itu anggota harus disiplin untuk memproduksi bersama-sama dan membeli semua kebutuhan secara bersama-sama di koperasi," katanya. (Dev)