KRjogja.com, SLEMAN – Ombudsman RI menyarankan kepada Kementerian Pertanian, untuk penebusan pupuk bersubsidi supaya dikembalikan seperti dulu yakni penebusan bisa secara kelompok tani maupun individu petani.
Mengingat mekanisme penebusan pupuk bersubsidi sekarang ini dinilai ribet dan sulit diakses oleh petani. Padahal stok pupuk bersubsidi dari Pupuk Indonesia cukup tersedia.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan, berdasarkan tinjauan di lapangan, banyak keluhan dari petani bahwa untuk menebus pupuk bersubsdi menggunakan kartu tani cukup ribet dan banyak kendalanya, seperti masih banyak petani yang belum mendapatkan kartu tani, adapun petani yang sudah mendapatkan kartu tani namun memiliki masalah teknis karena kartu tani tertolak. Selain itu juga tidak aktif, tidak ada kuota, mesin edc kios rusak, tidak ada jaringan dan lainnya. Atas dasar itu, Ombudsman menyarankan agar penebusan pupuk bersubsidi bisa dilakukan secara kelompok tani maupun individu seperti dulu.
“Kami sudah memberikan teguran, untuk pelayanan penebusan pupuk bersubsidi jangan mempersulit. Sebaiknya kembalikan seperti dulu yaitu penebusan bisa melalui kelompok tani maupun individu. Selain itu, mekanisme penebusan jangan dipaksakan hanya menggunakan kartu tani saja, buka alternatif mekanisme penebusan lainnya selama infrasturktur atau sistem belum mendukung di setiap daerah” kata Yeka saat meninjau di Kelompok Tani Sedya Maju Juwengan Purwomartani Kalasan, Jumat (10/11).
Selain itu, Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyampaikan juga, mekanisme penebusan pupuk bersubsidi jangan sampai hanya menggunakan satu mekanisme saja selama infrastruktur maupun sistem dan jaringan signal belum mendukung di setiap daerah. Misal, jika di satu titik penyaluran kios pengecer terkendala dengan signal atau banyak kartu tani yang eror, maka di titik tersebut jangan dipaksakan mekanisme penebusannya hanya menggunakan Kartu tani saja.
“Tetapi perlu diberi alternatif mekanisme penebusan lainnya. Seperti mekanisme penebusan secara manual menggunakan KTP atau T-Pubers. Hal ini sebagai upaya untuk memudahkan Petani dalam melakukan penebusan pupuk bersubsidi,” ujarnya.
Untuk akuntabilitas penyaluran pupuk bersubsidi, Yeka juga meminta agar pendataan dan verifikasi petani penerima pupuk bersubsidi harus melibatkan berbagai unsur, dari mulai petani, kelompok tani, penyuluh dan pihak kalurahan dan diketahui oleh aparat penegak hukum. Tujuannya adalah untuk memastikan validitas dan keabsahan data petani penerima pupuk bersubsidi, agar kemudian benar-benar tepat sasaran dan tidak ada penyimpangan.
“Jadi dalam pendataan itu harus melibatkan berbagai pihak, khususnya pihak kalurahan dan diketahui oleh aparat penegak hukum untuk memastikan data petani penerima pupuk bersubsidi valid dan tepat sasaran. Ini sebagai bentuk preventif antisipasi penyimpangan penyaluran pupuk bersubsidi dari Pupuk Indonesia." tegasnya.
Dalam pemutakhiran data, Yeka juga merekomendasikan agar ada anggaran tersendiri. Kemudian juga ada penguatan kelembagaan yang mengurusi pemutakhiran data petani penerima pupuk bersudsidi. Mengingat selama ini pemerintah belum menganggarkan dana untuk pemutakhiran data dan pengawasan.
“Kalau mau lebih bagus, ya seharusnya ada anggaran untuk pemutakhiran data dan pengawasan. Supaya data itu betul-betul valid dan tepat sasaran. Selain itu juga perlu ada sub direktorat tersendiri di Kementerian Pertanian yang secara khusus mengurusi pengelolaan dan pemutakhiran data tersebut,” pintanya.
Sedangkan untuk pendistribusian, jika ada kios-kios tidak bisa melayani pendistribusian dengan baik, sebaiknya pendistribusian dapat melalui BUMDes atau gapoktan. Harapannya pendistribusian dapat dilakukan dengan cepat. “Pendistribusian bisa melalui BUMDes atau gapoktan sebagaimana sudah dibuka ruang dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian,” terangnya. (Sni)