yogyakarta

Diskusi Bareng Bawaslu, Dosen UGM Ungkap Penyebar Hoax Didominasi Usia 45 Tahun ke Atas, Apa Penyebabnya?

Jumat, 29 Maret 2024 | 19:10 WIB
Suasana Ngabuburit Pengawasan di Bawaslu DIY (Harminanto)


Krjogja.com - YOGYA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DIY menggelar Ngabuburit Pengawasan bersama akademisi serta unsur masyarakat, Jumat (29/3/2024). Selain konsolidasi jelang pemilihan kepala daerah (pilkada), November 2024, Bawaslu sekaligus ingin menangkal hoax dan ujaran kebencian yang kemungkinan masih akan muncul.

Ketua Bawaslu DIY, Mohammad Najib mengatakan, Ngabuburit Pengawasan, serentak dilaksanakan di 15 provinsi. Tema yang diangkat seputar hoax, ujaran kebencian juga sara. DIY menurut Najib menempatu rangking ketiga nasional untuk isu-isu tersebut.

"Kami tak bisa sendirian dalam pengawasan, maka disengkuyung masyarakat secara partisipatif. Hoax misalnya, melibatkan masyarakat sehingga harapannya masyarakat punya kemampuan daya tangkal pada isu ini. Menolak, melawan dan tak jadi peristiwa berulang ke depan," ungkapnya.

Najib mengatakan, potensi isu-isu tersebut diprediksi masih akan muncul pada momen pilkada 2024, November mendatang. Karena itu Bawaslu DIY terua berupaya mengumpulkan stakeholder untuk bersama melakukan upaya pengawasan.

"Kita akan menghadapi pilkada, pasti akan muncul lagi karena orang ada yang mendapat keuntungan karena menjual isu negatif. Misalnya saling menjatuhkan, dengan ujaran kebencian dan hoax. Pengawas ad hock juga akan kita lakukan untuk pilkada, tentu dengan evaluasi dari pemilu 2024 kemarin. Yang baik kita pertahankan yang tak bisa bekerja kita ganti," tandas Najib.

Sementara, Abdul Gaffar Karim, dosen politik UGM, mengatakan generasi dengan usia 45 tahun ke atas menurut dia tak membayangkan ada alat secanggih smartphone. Maka itu orang saat ini usia 45 tahun ke atas ternyata tak bisa mengoperasikan dengan baik.

"Kami lakukan survei, ternyata yang menyebar hoax banyak dilakukan 45 tahun ke atas. Kita cek di grup Whatsapp, sebagian besar yang menyebar hoax yang tua. Dulu generasi kita baca berita dari KR, yang pasti benar. Kita diajarkan berita apa yang kita terima cenderung benar. Saat ini tidak, karena banyak hoax disampaikan lewat jejaring online, lewat smartphone," ungkapnya.

Gaffar juga mengatakan, mengapa orangtua rentan terpapar hoax, menurut dia sesimpel definisi orang terkena virus. Semakin buruk kekebalan tubuh, tentu virus akan mudah masuk, termasuk karena usia hang membuat semakin rentan.

"Alasannya simple, kekebalan pada virus bernama hoax, politik identitas, ujaran kebencian ada di mana-mana. Bedanya kita mengijinkan virus mengganggu atau tidak. Generasi muda lebih kebal, karena terlahir dalam era digital. Maka menjadi sangat penting bahwa generasi muda berperan ikut serta membantu menangkal," tandas Gaffar. (Fxh)

Tags

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB