Krjogja.com - Yogya - Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (Fishum) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta kerja sama dengan Organisasi Riset Tata Kelola, Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat Badan Riset dan Inovasi Nasional akan menggelar kegiatan 'Networking Roundtable', mengenai skema pembiyaan risiko bencana di Indonesia.
Kegiatan mengusung tema “Strategi Baru Pembiayaan Risiko Bencana: Mengurangi Beban Dana Publik dan Meningkatkan Peran Swasta dan Masyarakat”. Diselenggarakan selama dua hari 6-7 Mei 2024 di Yogyakarta. Pada hari pertama, Senin (6/5) merupakan penyambutan para peserta yang diisi dengan acara makan malam di Kraton. Sedangkan pada hari kedua Selasa (7/5) adalah acara inti seminar 'Networking Roundtable' mulai pukul 08.00 di Grand Rohan Janti, Banguntapan, Bantul.
"Kegiatan ini dirancang sebagai wadah ide bagi para ahli, praktisi, pengambil kebijakan, dan pemangku kepentingan terkait untuk berbagi pengalaman dan praktik terbaik dalam mengembangkan strategi pembiayaan risiko bencana di Indonesia. Untuk mencapai target ini, kami mengundang peserta dalam jumlah terbatas untuk memungkinkan diskusi terfokus, pertukaran pandangan dan jaringan," ujar Ketua panitia kegiatan Dr Astri Hanjarwati dalam kunjungan silaturahmi dengan Wapemred KR Drs H Ahmad Luthfi MA di ruang rapat Redaksi KR, Jalan Margo Utomo 40-42 Yogya, Kamis (2/5).
Saat audiensi dengan Wapemred KR, Astri didampingi panitia pelaksana lainnya, yaitu Dr Moch Sodik SSos MSi (Dekan), Sulistyaningsih (WD I), Maya Sandra RD (panitia), Nisrina M (panitia) dan Dwi Nur Laila F (panitia).
Menurut Astri, sebagai negara yang memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi, strategi pembiayaan risiko bencana yang memadai dan berkelanjutan menjadi prioritas utama. Bencana alam di Indonesia, khususnya di Lombok, Palu, dan Selat Sunda pada 2018, menyebabkan dampak serius dengan 5.846 korban jiwa dan kerugian ekonomi mencapai Rp38 triliun (USD2,7 miliar).
Global Facility for Disaster Reduction and Recovery mencatat pengeluaran pemerintah Indonesia sebesar USD300 sampai dengan USD500 juta per tahun untuk rekonstruksi, mencapai 0,3% dari total PDB (Produk Domestik Bruto) dan 45% dari PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Kerugian rata-rata setiap rumah tangga merugi Rp21,9 juta akibat bencana, khususnya di sektor pertanian yang sangat rentan.
Responsi tanggap terhadap frekuensi dan dampak bencana di Indonesia bersifat terbatas karena mengandalkan anggaran pemerintah yang juga sangat terbatas. " Untuk itu, diperlukan strategi pembiayaan baru dengan fokus pada mengurangi beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sebagai dana publik,sehingga didapatkan sumber pendanaan yang
memadai dan berkelanjutan.
Sebagai suplemen dana publik, pembiayaan diperoleh dari partisipasi dari swasta dan masyarakat dengan skema kemitraan publik dan swasta yang didukung oleh kebijakan dan mekanisme pasar yang tepat," ungkap Astri. (Rar)