Krjogja.com - YOGYA - Konstitusi UUD 1945 menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan yang desentralistik dan Presiden sebagai pemegang kekuasaan Pemerintahan. Keyakinan bahwa desentralisasi merupakan pilihan yang tepat, mengingat begitu luasnya Indonesia, sehingga tidak efektif apabila urusan pemerintahan dijalankan sendiri oleh Pemerintah Pusat.
Oleh karenanya negara perlu mendistribusikan kewenangan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan kepada daerah meliputi provinsi, kabupaten dan kota sebagai daerah otonom. Ini tersirat dalam Pasal 18, Pasal 18A dan Pasal 18B UUD 1945.
Senator DPD yang juga anggota MPR RI asal DIY, M Afnan Hadikusumo pada acara Sosialisasi Empat Pilar Bernegara Bersama dengan PD Muhammadiyah Kota Yogyakarta, di Aula Kantor PD Muhammadiyah Kota Yogyakarta, Sabtu (4/5/2024) mengatakan
untuk mengimplementasikan semangat desentralisasi sebagaimana termuat dalam UUD 1945 di atas, maka DPR mengesahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, di mana semangat undang-undanga tersebut menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya sehingga Kepala Daerah memiliki keleluasaan untuk mengatur daerahnya sendiri.
"Munculnya undang-undang omnibuslaw sangat dirasakan oleh Kepala Daerah mematikan gerak langkah otonomi daerah tersebut. Sehingga tidak heran jika pada saat UU Cipta Kerja disahkan, tercatat ada enam gubernur, sepuluh walikota/bupati yang secara terbuka, baik tertulis melalui surat resmi maupun secara lisan, menyampaikan responnya. Seperti Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono, dan Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno," ungkap Afnan.
Situasi ini menurut cucu Ki Bagus Hadikusumo ini perlu diperhatikan pemangku kebijakan di tingkat pusat. Apalag hari-hari ini, kesenjangan sosial dan ketimpangan pembangunan masih menjadi masalah.
"Konsep sentralistik yang dibawa UU Cipta Kerja dan mengkerdilkan kewenangan pemerintah daerah, berpotensi akan menyulitkan perkembangan daerah untuk memajukan wilayahnya masing-masing. Padahal setiap daerah tentu memiliki karakteristik dan kelebihan yang berbeda-beda," tandasnya.
Sementara, Wakil Ketua PD Muhammadiyah, H. Edi Sukoco menyampaikan, alasan yang bisa diberikan, mengapa pemerintah daerah seharusnya menyuarakan aspirasi penolakan terhadap omnibus law. Yakni, proses pembentukan UU Cipta Kerja sudah dipermasalahkan sejak awal karena pembentukannya yang tergesa-gesa, juga karena minimnya partisipasi publik.
"Walikota Bogor, Bima Arya selaku wakil ketua Asosiasi Pemerintah Seluruh Kota Indonesia (APEKSI), mengaku APEKSI sama sekali tidak dilibatkan, sebagaimana dikutip dari Tirto.id.
Kedua, UU Cipta Kerja telah mempersempit beberapa kewenangan yang selama ini menjadi milik pemerintah daerah. Ada beberapa pasal yang tidak hanya melemahkan semangat otonomi daerah, namun juga diprediksi akan berkontribusi pada penurunan Pendapatan Anggaran Daerah (PAD)," pungkasnya. (Fxh)