yogyakarta

Cerita Para Ibu di Gejayan Menanam di Tanah 'Mahal' Perkotaan, Berusaha Wujudkan Swasembada Pangan Keluarga

Rabu, 30 Oktober 2024 | 09:35 WIB
Para ibu di Gejayan menanam tanaman produktif di lahan pekarangan (Harminanto)



Krjogja.com - SLEMAN - Para ibu yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani (KWT) Srikandi Mandiri Gejayan sudah dua tahun terakhir mulai menanam berbagai sayuran dan buah untuk mewujudkan swasembada pangan keluarga. Mereka menanam di lahan 800 meter persegi yang jika dirupiahkan bernilai miliaran karena berada di kawasan strategis.

Betapa tidak, lahan pekarangan yang kini terasa sangat indah dengan buah tomat dan cabai yang mulai memerah berpadu hijaunya daun bawang tampak menyegarkan. Di sekitar lahan tersebut sudah tumbuh rumah juga ruang usaha karena memang berada tak jauh dari Terminal Condongcatur juga rumah dinas pimpinan Polda DIY.

Retno Setyani Nugraheni, Ketua KWT Srikandi Mandiri Gejayan menceritakan bahwa ia bersama para ibu lainnya dari 10 RT sekitar mulai menanam baru dua tahun lalu. Mereka meminta ijin pada pemilik lahan yang merupakan mantan rektor sebuah perguruan tinggi, untuk memanfaatkan pekarangan sebagai lahan pertanian.

"Kami itu mayoritas ibu rumah tangga, mendapat pendampingan untuk menanam. Kebetulan warga yang memiliki tanah ini memberikan ijin, suport luar biasa untuk KWT Srikandi Mandiri, kami sangat berterimakasih. Ini memberikan semangat kami untuk menanam, berusaha mewujudkan lumbung pangan kedua bagi keluarga dan masyarakat," ungkapnya ketika berbincang, Rabu (30/10/2024).

Tak heran pula jika kemudian KWT Srikandi Mandiri Gejayan didampuk memulai gerakan Sembada Setiaji (Sesarengan Njagi Inflasi) Serabi (Sesarengan Nanem Bibit) dalam rangka penyediaan lumbung pangan kedua melalui optimalisasi pekarangan di wilayah perkotaan oleh TPID Sleman. Mereka menanam bawang tajuk dengan metode tumpangsari, yang harapannya bisa memberikan inspirasi KWT lainnya di Kabupaten Sleman.

"Hari ini kami tanam 980 bibit, kami sesuaikan dengan musim pancaroba agar hasilnya tetap maksimal saat panen. Untuk hasil panen, biasanya kami jual kepada warga, ke pedagang dan usaha-usaha yang ada di Gejayan karena kebetulan di sini banyak. Jadi, hasil panen kami terserap seluruhnya," lanjut Retno.

Slamet Sugiono, Pendamping KWT Srikandi Mandiri Gejayan, menambahkan bahwa dua tahun lalu ketika dihubungi para ibu dari Gejayan, ia langsung setuju mendampingi karena melihat semangat mereka. Apalagi pekarangan di area Gejayan cukup minim, lantaran harga tanah yang tinggi sehingga dimanfaatkan untuk bangunan bernilai ekonomi besar.

"Jadi teman-teman KWT Srikandi Mandiri ini sangat antusias, menunjukkan para ibu berjuang demi ketahanan pangan. Selain belajar menanam, mereka memanfaatkan lahan pekarangam sebagai lumbung pangan dan usaha baru di dunia pertanian. Hasilnya dijual langsung ke konsumen memotong tengkulak sehingga harganya luar biasa," lanjutnya.

Lahan 800 meter persegi yang kini menjadi pekarangan tanam adalah milik perorangan, yang dikatakan Slamet pemiliknya sangat luar biasa memberikan dukungan. Bahkan menurut dia, lahan itu tidak akan dijual jika tetap dimanfaatkan secara positif oleh warga.

"Pemilik ini tidak meminta apapun selama lahan dimanfaatkan dengan baik. 800 meter persegi saat ini ada tanaman bawang merah, cabai rawit, tomat, labu susu dan terong. Tanaman ini berada di tengah perkotaan, jadi harapannya memberikan inspirasi dan edukasi bagi KWT lain. Mereka ini basicnya ibu rumah tangga bukan petani tapi luar biasa. Mereka sudah merasakan menanam hingga memakan sendiri tanaman pangan, marem begitu katanya," lanjut Slamet.

Pola tanam para ibu di KWT Srikandi Mandiri dikatakan Slamet cukup modern memanfaatkan teknologi. Mereka menggunakan teknologi springkel untuk penyiraman, sensor air hingga irigasi tetes memastikan tanaman tumbuh sehat.

"Setelah ini kami ingin buat program Kampung Iklim, karena ini masyarakat hidup di tengah perkotaan dengan polusi udara tinggi. Kami ingin menanam menciptakan oksigen sehat. Tanamannya tidak hanya sayuran, tapi bunga, lidah mertua, dan lain-lain yang bisa menyerap CO2 dan menghasilkan O2," tandasnya.

Sementara, Kepala Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman, Suparmono, mengatakan pihaknya sangat mengapresiasi karena masyarakat di Gejayan berusaha memanfaatkan tanah pekarangan sebagai lahan produktif. Hal ini menjadi pendukung terwujudnya lumbung pangan kedua warga.

"Kami dorong warga untuk memanfaatkan pekarangan memproduksi bahan pangan. Kami punya 1212 dusun dan kalau setiap dusun punya KWT maka bisa swasembada pangan," pungkasnya. (Fxh)

Tags

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB