yogyakarta

Podcast Insight Episode 5: Membedah Legalitas Kontrak Pengadaan, Siapa Bertanggung Jawab Saat Sengketa Terjadi?

Sabtu, 14 Juni 2025 | 14:25 WIB
Podcast Insight Episode 5 hadirkan Agung Jaya Ramli, S.E., Pengelola Pengadaan Barang dan Jasa Muda, dan Agung Jaya Ramli, S.E., Anggota Komisi C DPRD DIY, dipandu Indria Sastrotomo. (Istimewa)

Krjogja.com- YOGYA - Legalitas kontrak dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah bukan hanya soal tanda tangan dan stempel basah. Ia adalah jantung dari seluruh proses pengadaan: jika kontraknya bermasalah, maka program bisa gagal, dana negara terbuang, dan kepercayaan publik ikut tercoreng.

Inilah yang dibedah secara mendalam dalam Podcast Insight episode ke-5 bertajuk “Legalitas Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Mitigasi Sengketa Kontrak”, yang tayang di kanal YouTube Kedaulatan Rakyat TV.

Bertempat di Pusat Desain Industri Nasional, Gondokusuman, acara ini menghadirkan dua narasumber dengan perspektif strategis: Agung Jaya Ramli, S.E., Pengelola Pengadaan Barang dan Jasa Muda, dan Agung Jaya Ramli, S.E., Anggota Komisi C DPRD DIY.

Dipandu oleh Indria Sastrotomo, diskusi ini menjelma menjadi ruang otokritik dan refleksi bersama atas pentingnya kontrak yang kuat dan solusi atas sengketa yang sering membayangi.

“Kontrak bukan hanya formalitas. Ini adalah alat kendali, perlindungan hukum, dan pedoman kerja,” tegas Agung Jaya Ramli dalam sesi awal.

Ia menyoroti bagaimana penyusunan kontrak yang tidak cermat—misalnya soal jangka waktu, spesifikasi teknis, atau klausul penalti—justru bisa menjadi bom waktu bagi pelaksana dan penyedia.

Lebih lanjut, ia menyinggung Perpres No. 16 Tahun 2018 yang menjadi pedoman pengadaan, tapi dalam praktiknya seringkali tidak diindahkan oleh perangkat daerah.

“Masih ada kesenjangan antara regulasi dan implementasi di lapangan. Kadang karena keterbatasan SDM, kadang karena lemahnya pengawasan internal,” ungkapnya.

Sengketa, Masalah Lama yang Perlu Solusi Baru
Menurut data yang disampaikan, sengketa kontrak pengadaan bukan fenomena langka. Ia muncul karena banyak hal: keterlambatan pekerjaan, tafsir yang berbeda terhadap isi kontrak, atau bahkan ketidaksiapan penyedia.

Komisi C DPRD DIY, melalui keterangannya, mengakui bahwa persoalan legalitas dan sengketa kontrak masih menjadi perhatian serius. “Kami tidak hanya mengawasi, tapi juga mendorong perbaikan regulasi agar lebih adaptif dengan konteks daerah. DPRD punya peran strategis untuk mengingatkan eksekutif agar tidak asal membuat kontrak,” ujar perwakilan Komisi C.

Podcast ini juga menyentuh soal bagaimana kontrak bisa menjadi alat mitigasi, bukan hanya potensi sengketa. Di sinilah pentingnya klausul mitigasi risiko sejak awal, pemetaan potensi konflik, hingga penggunaan metode penyelesaian alternatif seperti mediasi atau arbitrase. “Sengketa seharusnya bisa dihindari jika sejak awal kita menyusun kontrak dengan visi jangka panjang,” ucap Agung Jaya Ramli.

Di sisi lain, pembangunan kapasitas SDM pengadaan juga menjadi solusi yang digaungkan. LKPP dan Biro PBJ DIY dinilai perlu lebih aktif menyelenggarakan pelatihan yang tidak hanya administratif, tapi juga berbasis pemahaman hukum kontrak yang kuat.

Diskusi akhirnya mengerucut pada satu hal: kepercayaan. Tanpa legalitas yang kokoh dan kontrak yang adil, penyedia akan ragu, pelaksanaan proyek jadi rentan, dan publik pun kehilangan harapan. “Pengadaan bukan hanya soal belanja, tapi soal menjaga integritas pembangunan,” tutup Indria Sastrotomo, menyimpulkan esensi dialog yang berlangsung selama 60 menit tersebut.

Podcast Insight Eps. 5 bukan hanya tontonan bagi pelaku pengadaan, tapi juga cermin bagi semua pihak yang terlibat dalam rantai pembangunan daerah. Karena di balik setiap dokumen kontrak, tersimpan masa depan layanan publik yang bisa berhasil—atau gagal—karena satu kalimat yang ambigu. (*)

Halaman:

Tags

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB