Krjogja.com - SLEMAN - Yogyakarta menjadi tuan rumah perhelatan internasional The 6th Asia Oceania Congress of NeuroRehabilitation (AOCNR) 2025 yang digelar bersama Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) PERDOSRI ke-24. Acara ini mengusung tema Neurorehabilitation: The Future Trends from Hospital to Community. Pertemuan di Alana Convention Center ini menyoroti pentingnya pergeseran paradigma dalam layanan rehabilitasi neurologis dari sistem yang terpusat di rumah sakit menuju pendekatan yang berbasis komunitas.
Kongres ini diikuti oleh peserta dari berbagai negara, termasuk Kanada, Australia, Filipina, Hongkong, India, Korea Selatan, Malaysia, Arab Saudi, Turki, Taiwan, Jepang, Vietnam, Thailand, Amerika Serikat dan Indonesia. Mereka berkumpul selama tiga hari ke depan untuk membahas secara detail terkait rehabilitasi neurologis.
Gubernur DIY Sri Sultan HB X membuka secara langsung pertemuan tersebut. Sultan menekankan pentingnya dimensi kemanusiaan dalam proses rehabilitasi.
Menurut Sultan, tantangan sejati dimulai setelah pasien kembali ke rumah, bukan hanya saat nyawa berhasil diselamatkan di rumah sakit. "Neurorehabilitasi adalah wujud nyata pepatah Jawa ‘nguwongke’ memanusiakan manusia. Ketika kita mengembalikan fungsi dan martabat seseorang, kita sedang menjaga harmoni kehidupan," ungkap Sultan dalam pembukaan, Kamis (4/9/2025).
Menurut data WHO, lebih dari 1 miliar orang di dunia terdampak gangguan sistem saraf, dengan stroke menjadi penyebab kematian kedua secara global dan lebih dari 50 persen penyintas hidup dengan disabilitas jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa rehabilitasi bukan lagi layanan tambahan, melainkan komponen utama dalam sistem kesehatan modern.
Kemajuan teknologi seperti tele-rehabilitation, robotic-assisted therapy, virtual reality (VR), hingga wearable devices telah membuka peluang baru dalam pemulihan fungsi neurologis. Teknologi memungkinkan pasien di daerah terpencil mengakses layanan rehabilitasi yang sebelumnya sulit dijangkau.
Namun, Sultan mengingatkan bahwa teknologi hanyalah jembatan. Empati dan solidaritas tetap menjadi pondasi utama dalam memastikan penyintas bisa kembali ke kehidupan.
Ketua Panitia AOCNR 2025 sekaligus Ketua PP PERDOSRI, dr. Rumaisah Hasan, Sp.KFR, N.M (K), FEMG, AIFO-K, menekankan bahwa kongres ini tidak hanya menjadi ajang ilmiah bagi para dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi, tetapi juga untuk masyarakat luas. Selain simposium dan workshop, AOCNR 2025 juga menggelar Seminar gratis untuk masyarakat awam, Bakti sosial dan Lomba kreasi senam dan tarian berbasis budaya tradisional Indonesia, sebagai bentuk pemanfaatan budaya untuk terapi.
"Kami ingin menunjukkan bahwa budaya Indonesia tidak hanya indah secara estetika, tapi juga memiliki nilai terapeutik," ungkap dr. Rumaisah.
Rumaisah juga mengapresiasi dukungan penuh dari Sultan dan Pemda DIY, terlebih setelah muncul keraguan apakah acara bisa berjalan aman pasca kerusuhan beberapa waktu lalu. "Kami percaya pada aura positif dan kepemimpinan Ngarsa Dalem. Kami merasa aman dan disambut dengan hangat di Jogja," tambahnya.
Dr. Rumaisah juga menyoroti tantangan dalam sistem rehabilitasi saat ini. Di Indonesia, meskipun jumlah dokter spesialis rehabilitasi telah mencapai 1.300 orang dengan 7 pusat pendidikan, masih banyak kekurangan seperti belum adanya pusat rehabilitasi terpadu, Tidak tersedia unit sub-akut dan minimnya integrasi rehabilitasi dalam sistem jaminan kesehatan.
AOCNR 2025 diharapkan dapat melahirkan gagasan, jejaring, dan komitmen baru untuk memperkuat sistem rehabilitasi neurologis yang lebih manusiawi, inklusif, dan berkelanjutan, di mana pasien menjadi subjek aktif dalam proses penyembuhan tidak hanya di rumah sakit, tetapi juga di tengah masyarakat.
"Pasien stroke misalnya, sering dipulangkan setelah kondisi akutnya tertangani, padahal mereka belum bisa berjalan atau beraktivitas. Di sinilah peran kami untuk memastikan mereka bisa kembali produktif," pungkasnya. (Fxh)