Krjogja.com - YOGYA - Dokter-dokter paru yang berhimpun dalam Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) berkumpul di Hotel Tentrem Yogyakarta, Jumat (5/9/2025). Mereka bertemu, berdiskusi dan mengupdate pengetahuan dalam Pertemuan Ilmiah Khusus bertema Resilient Lung Health: Strengthening Respiratory Care in the Multitude of Challenges.
Konferensi tersebut menegaskan pentingnya membangun sistem kesehatan paru yang tidak hanya responsif, tetapi juga mampu mencegah, beradaptasi, dan pulih dari berbagai guncangan. Seperti diketahui, dunia baru saja melewati pandemi dan dihadapkan pada tantangan nyata bencana lingkungan, hingga epidemi penyakit kronis.
Ketua PP PDPI, Dr dr Arief Riadi Arifin SpP(K) MARS FISR mengatakan, penyakit paru menjadi ancaman serius bagi masyarakat Indonesia. Tuberkulosis (TB), kanker paru, PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik), asma, dan pneumonia menunjukkan tren peningkatan baik dari segi prevalensi maupun dampak ekonomi.
Menurut Global TB Report 2024, Indonesia berada di peringkat kedua dunia dalam jumlah kasus TB, dengan 1.090.000 kasus baru dan 125.000 kematian setiap tahunnya. Diperkirakan, 14 orang meninggal setiap jam akibat TB.
"Situasi semakin kompleks dengan meningkatnya kasus TB resisten obat (TB-RO) yang memerlukan pengobatan lebih panjang dan mahal. Namun bahwa TB itu bisa diobati, ini penting untuk terus disuarakan pada masyarakat," ungkapnya pada wartawan.
Selain itu, data Kementerian Kesehatan RI tahun 2023 mencatat bahwa dari 10 penyakit terbanyak di Indonesia, empat di antaranya adalah penyakit pernapasan yakni PPOK: 145 kasus per 100.000 penduduk, dengan 78.300 kematian, Kanker Paru 18 kasus per 100.000, dengan 28.600 kematian, Pneumonia: 5.900 kasus per 100.000, dengan 52.500 kematian dan Asma: 504 kasus per 100.000, dengan 27.600 kematian. Secara global, PPOK adalah penyebab kematian keempat terbesar menurut WHO (2021), dan pneumonia tercatat sebagai penyebab infeksi tunggal terbesar yang menyebabkan kematian di seluruh dunia.
Faktor risiko utama penyakit paru di Indonesia adalah merokok, baik konvensional maupun elektrik (vape) serta paparan polusi udara dari kebakaran hutan dan aktivitas industri. Di sisi lain, penyakit paru akibat kerja, seperti pneumokoniosis, kerap terabaikan meski prevalensinya tinggi. Studi tahun 2024 menunjukkan bahwa 97,4 persen pekerja di area stockpile pelabuhan Jambi mengalami gangguan fungsi paru.
Selain berdampak pada kesehatan, penyakit paru juga menimbulkan beban ekonomi yang signifikan. BPJS Kesehatan mencatat pembiayaan penanganan pneumonia pada 2023 mencapai Rp 8,7 triliun—lebih tinggi dibanding TB (Rp 5,2 triliun), PPOK (Rp 1,8 triliun), dan asma (Rp 1,4 triliun).
Biaya pengobatan kanker paru bahkan jauh lebih besar karena melibatkan kemoterapi, radioterapi, hingga terapi target. Yang lebih memprihatinkan, pemotongan anggaran penanggulangan TB dari usulan Rp 15 triliun menjadi hanya Rp 2 triliun oleh Komisi IX DPR RI dinilai sebagai langkah mundur dan berisiko tinggi dalam perjuangan Indonesia mengatasi epidemi ini.
Ketua Penyelenggara, dr Hendris Utama Citra Wahyudin SpP menambahkan konferensi tersebut juga menyoroti perlunya pergeseran pendekatan dari kuratif ke preventif-promotif. Deteksi dini dianggap sebagai kunci utama menurunkan morbiditas, mortalitas, sekaligus mengurangi beban ekonomi negara.
"Skrining kanker paru dengan CT dosis rendah (LDCT), deteksi TB aktif menggunakan Xpert MTB/RIF, skrining PPOK dengan PUMA Score, program vaksinasi untuk influenza, pneumonia dan TB menjadi hal yang bisa dilakukan bersama. Kami bahas dalam momentum ini agar kami sebagai dokter lebih siap, juga masyarakat luas memahami dengan baik," tambahnya.
Dalam momen tersebut diteken pula kerjasama antara PDPI DIY dengan Pemda DIY untuk sosialisasi hingga pencegahan dan penanganan penyakit paru. Nantinya kader yang juga perpanjangan dokter paru akan diisi oleh anggota PKK mulai dari provinsi hingga kabupaten/kota.
Pembajun Setyaningastutie, Kepala Dinas Kesehatan DIY, yang hadir dalam pembukaan membersamai Staf Ahli Gubernur DIY Sukamto dan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Kalurahan dan Kependudukan DIY KPH Yudanegara menjelaskana bahwa kasus TB di Indonesia saat ini masih berstatus terbanyak kedua sedunia. Jogja dikatakannya mendapat apresiasi Kemenkes karena penemuan kasusnya bagus.
"Ini karena kader di kelurahan bekerja. Kader perwakilan masyarakat semangatnya luar biasa. Event ini harapannya jadi pemicu buat kita agar masyarakat lebih aware lagi pada kasus penyakit paru. Kerjasama yang baik dengan PDPI ini menjadi energi luar biasa, nantinya kader PKK akan bergerak menyentuh masyarakat," pungkasnya. (Fxh)