yogyakarta

API DIY Buka Rangkaian “Journey 4” dengan Pameran Maket Bertema Paraliyan

Rabu, 15 Oktober 2025 | 19:05 WIB
Maket patung 'Musin Panen' karya pematung Ambrosius Edi Priyanto

ASOSIASI Pematung Indonesia (API) DIY, melaksanakan pameran Maket Journey 4 di Pendhapa Art Space (PAS), Jalan Lingkar Selatan Tegal Krapyak Panggungharjo Sewon Bantul dibuka Jumat (10/10/2025) lalu Pameran tersebut, menjadi rangkaian awal program API DIY, melaksakan pameran Patung Journey 4 yang akan digelar mulai 24 Oktober hingga 2 November 2025.

Sebanyak 27 seniman terlibat di pameran ini, terdiri anggota API DIY, dan 7 seniman opencall lintas generasi. Pameran yang dikuratori Rain Rosidi ini mengusung tema 'Paraliyan'.

Seniman yang ikut pameran ini, Ahmad Hendra Hadmoko (karya berjudul Monalisa Pray), Ambrosius Edi Priyanto (Musim Panen), Dunadi (Kuda Lumping), Hedi Hariyanto (Siap Terbang), Khusna Hardiyanto (Taste Warrior), Lutse Lambert Daniel Morin (Jaring Paraliyan), Nugroho Hohok (Menyambung Tali Silaturahmi), Ostheo Andre (Menuju Masa Depan), Purwanto (Meditation), Supar Madiyanto (Komposisi I), Tugiman (Terus Mengalir), Valentinus Rommy (Do Smallthing With Love), Yulhendri (Jejak Wajah Pejuang), Win Dwi Laksono (Dialog), Albertho Wanma (Recall for Unknown Hero), Deddy Rombeng (With), Heru Siswanto (Linuwih 2), Iwan Hasto (Kembali Pulang), Jatti A (Try Attention 3), Riski Dwi (Easy to Digest 3).

Rain mengatakan, pameran bertajuk 'Paraliyan' yang mencerminkan gagasan tentang penerimaan terhadap keberbedaan, baik dalam konteks sosial, budaya, maupun personal. Dalam dunia yang semakin terhubung, kontradiksi muncul ketika identitas-identitas justru semakin mengkristal, menciptakan batas-batas baru yang berpotensi menimbulkan gesekan. 

Melalui medium patung, ungkap Rain, para seniman mengeksplorasi beragam metode berkarya dan gagasan yang menyoroti keberbedaan, baik dari segi material, teknik, maupun konsep artistik. 

"Karya-karya dalam pameran ini bukan hanya menjadi representasi visual dari perbedaan, namun  juga sebagai ruang dialog tentang bagaimana kita memahami liyan dalam kehidupan sehari-hari," papar Rain.

Dikatakan Rain, pameran ini merayakan keberagaman dengan menampilkan identitas-identitas yang berbeda dalam ranah seni rupa tiga dimensi. 

"Dengan begitu, Journey Paraliyan tidak sekadar menjadi ajang pamer karya, tetapi juga wahana refleksi tentang bagaimana kita dapat hidup berdampingan dalam dunia yang terus berubah dan semakin kompleks," imbuh Rain.

Pematung Dunani menampilkan karya berjudul Kuda Lumping berbahan logam. Menurut Dunadi, juga pemilik Pendhapa Art Space ini, patung ini bukan sekadar bentuk, juga menyerukan suara yang perlahan terpinggir, dibungkam modernitas sosial media yang terlalu cepat, terang, dan rakus. Karya ini refleksi tentang bagaimana kita dapat hidup berdampingan dalam dunia yang terus berubah dan semakin kompleks.

"Melalui patung kuda lumping ini, disampaikan jika seni tradisi tak lagi ditarikan, apakah ia masih hidup? Kuda lumping ini adalah simbol dari sebuah warisan yang belum punah, tapi nyaris menuju punah. Dan tugas kita-bukan sekadar mengingat tapi menghidupkan kembali," tutur Dunani.
Ambrosius Edi Priyanto menyajikan Musim Panen. Seniman kritis ini singkat mendiskripsikan karyanya dengan cara tersendiri untuk memperoleh hasil.

"Ada banyak penerjemahan tentang karya ini. Panen bisa diartikan nyolong, ngrampok. Kalau dikasih judul itu, vulgar. Maka saya kasih judul Musim Panen," papar Ambrosius Edi. (Cil)

 

Tags

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB