Menurut Hayu, perempuan tidak perlu ‘menjadi laki-laki’ untuk memimpin. "Kita memimpin dengan karakter, nilai dan kepekaan yang kita miliki. Kepemimpinan tidak ditentukan oleh gender tetapi oleh visi dan integritas,” ujarnya.
GKR Hayu membagikan pengalamannya mendigitalisasi wayang wong di lingkungan Keraton Yogyakarta yang menunjukkan bahwa teknologi justru dapat menjadi alat pelestari budaya, bukan ancaman.
Dukungan juga datang dari kalangan akademisi, Rika Lusri Virga dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ia menekankan bahwa literasi digital bagi perempuan harus mencakup kemampuan berpikir kritis dalam menyeleksi informasi dan berinteraksi secara bijak.
She-Connects 2025 Seri Yogyakarta pada hakikatnya bukan sekadar acara, melainkan sebuah gerakan kolaborasi.
Baca Juga: Prediksi dan Head to head Persis Solo vs PSIM Yogyakarta di BRI Liga Super 2025 Akhir Pekan Ini
Platform itu mempertemukan komunitas perempuan dari sektor usaha kreatif, pendidikan, budaya hingga teknologi untuk saling menguatkan dan berinovasi.
Melalui program berkelanjutan ini, Kemkomdigi mendorong terciptanya ekosistem di mana perempuan dapat mengakses teknologi secara merata, terlindungi dalam berdigital, dan tumbuh melalui jejaring yang solid. (Sal)