Krjogja.com - YOGYA - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan HB X, resmi melantik Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro sebagai Ketua Pirukunan Tuwanggana se-DIY masa bakti 2025–2030, Kamis (13/11/2025).
Tuwangga ada di tiap kalurahan seluruh DIY dan memiliki tugas tersendiri untuk membersamai langkah masyarakat di tingkat bawah.
Sultan HB X menegaskan bahwa pembentukan Tuwanggana bukan sekadar restrukturisasi kelembagaan semata. Namun merupakan bentuk kebangkitan nilai-nilai gotong royong dan musyawarah akar rumput di wilayah DIY.
"Secara tematik, membaca desa adalah sebuah introspeksi atas eksistensi. Desa bukan semata ruang administratif, tetapi laku kebudayaan yang menumbuhkan kehidupan," ungkap Sultan.
Sultan juga menyinggung filosofi mendalam di balik nama Tuwanggana, diibaratkan saat mengeja I–N–D–O–N–E–S–I–A, tersemat di dalamnya kata desa. Misinya bukan sekadar mengeja huruf, melainkan meneguhkan makna bahwa Indonesia adalah rumah dari keberagaman, dan setiap desa adalah batu bata penyangganya.
Menurut Sultan, Tuwanggana menjadi wadah kesadaran kolektif masyarakat desa yang bergerak dari bawah. Ia mengingatkan bahwa pemerintahan modern tak lagi bertumpu pada instruksi, melainkan pada data, kolaborasi, dan partisipasi warga.
"Tuwanggana adalah bukti bahwa desentralisasi tidak hanya memindahkan kewenangan, tetapi juga memerdekakan kesadaran," tegas Sultan.
Dalam kerangka Peraturan Gubernur DIY Nomor 12 Tahun 2025, Pirukunan Tuwanggana memiliki empat tugas utama, yaitu Merencanakan kegiatan Tuwanggana di seluruh DIY, Melaksanakan program pemberdayaan masyarakat di tingkat Kalurahan dan Kelurahan, Mengevaluasi capaian dan efektivitas kegiatan dan Mendampingi pelaksanaan program agar berjalan sesuai nilai-nilai keistimewaan.
Untuk mendukung pelaksanaan tugas tersebut, Pemda DIY menyediakan hibah tahunan sebesar Rp225 juta melalui Dinas PMK Dukcapil. Namun Sultan menegaskan, dukungan itu bukan semata soal dana, tetapi wujud kepercayaan dan tanggung jawab moral.
Ia juga mendorong para bupati dan wali kota di DIY untuk meniru langkah serupa di tingkat daerah. "Jika provinsi berperan sebagai pendamping, maka kabupaten dan kota harus menjadi penggerak. Agar jejaring Pirukunan Tuwanggana benar-benar hidup dari pusat hingga akar," tandas Sultan.
Sultan berharap, keberadaan Pirukunan Tuwanggana dapat menjadi pilar menuju terwujudnya Kalurahan Mardika, desa yang berdaulat, berintegritas dan inovatif dalam menghidupi nilai-nilai keistimewaan Yogyakarta. "Mulai hari ini, jadikan momentum pelantikan ini sebagai titik awal pengabdian baru. Selamat bekerja dan mengabdi," tutup Sultan.
Usai dilantik, KPH Notonegoro menjelaskan bahwa Tuwanggana merupakan pembaruan dari lembaga pemberdayaan masyarakat yang sebelumnya telah ada. "Sebelumnya namanya LPMK, dan sebelumnya lagi LKMD. Sekarang oleh Ngarsa Dalem, khusus untuk DIY, diubah menjadi Tuwanggana. Namanya baru, tapi semangat dan tugasnya tetap sama menyerap aspirasi warga, melakukan pembinaan, dan menjadi mitra Kalurahan," ungkapnya.
KPH Notonegoro menambahkan, pada periode keduanya kali ini, fokus utama kepengurusan adalah meningkatkan kapasitas dan pemerataan kualitas Tuwanggana di seluruh desa dan kelurahan DIY. "Ada desa yang Tuwanggana-nya sudah sangat maju, tapi ada juga yang masih perlu ditingkatkan kapasitasnya. Target saya lima tahun ke depan adalah menciptakan kesetaraan dan pertukaran pengetahuan antar-Tuwanggana, supaya tidak ada kesenjangan," jelasnya. (Fxh)