Krjogja.com - YOGYAKARTA — Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta kembali menghidupkan napak tilas sejarah lewat Festival Jogja Tempo Doeloe bertema “Naskah Lestari, Budaya Abadi”. Pameran yang berlangsung di Gedung Saraswati, Museum Negeri Sonobudoyo, pada 11—13 November 2025 ini mengajak pengunjung menelusuri kehidupan dan warisan kepemimpinan Sultan Hamengku Buwono VII melalui pengalaman visual yang tersusun dalam lima zona tematik. Pameran dapat dikunjungi secara gratis, cukup dengan memindai barcode di pintu masuk untuk langsung menikmati sajian sejarah yang tersusun rapi dan imersif.
Sejak memasuki area pertama, Prolog: Lembaran Kejayaan Peradaban Sultan HB VII, pengunjung langsung diajak menyelami konteks zaman ketika Sultan Hamengku Buwono VII memerintah pada 1877–1921. Masa ini dikenal sebagai periode penting modernisasi Yogyakarta, ditandai dengan kemajuan dalam pemerintahan, pendidikan, ekonomi, serta perkembangan budaya. Beragam foto dokumenter, arsip kerajaan, hingga kutipan naskah kuno disajikan untuk menggambarkan kemajuan pesat Yogyakarta pada masa itu.
Perjalanan berlanjut ke zona kedua yang menampilkan Silsilah dan Profil Sultan Hamengku Buwono VII. Di ruang ini terpampang garis keturunan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat beserta potret pribadi sang Sultan. Melalui koleksi arsip dan foto lawas, pengunjung dapat merasakan sosok pemimpin yang memadukan kearifan tradisi dengan pandangan modern, sekaligus menjadi tokoh penting dalam transformasi budaya dan tata kelola keraton.
Baca Juga: Ketua Fraksi Golkar MPR RI Temui Sultan di Kraton Kilen, Ini yang Dibicarakan
Zona ketiga, Awal Mula Munculnya Pemimpin Baru, menghadirkan rekam jejak masa transisi menuju kepemimpinan Sultan HB VII. Di sini tergambar bagaimana dinamika politik dan sosial kala itu membuka jalan bagi reformasi dalam pemerintahan Kasultanan. Pengaruh pendidikan Barat yang mulai masuk ke lingkungan keraton pada era tersebut menjadi salah satu tonggak pembaruan dalam tata pemerintahan di Yogyakarta di tengah arus kolonialisme Belanda.
Memasuki zona keempat, pengunjung diajak menelusuri Masa Kejayaan, Kemakmuran, dan Pembaruan Kasultanan. Ragam koleksi arsip dan benda peninggalan yang dipamerkan menunjukkan bagaimana Sultan HB VII menghadirkan berbagai kemajuan, dari perencanaan tata kota hingga kebijakan ekonomi. Ruangan ini menjadi bukti konkret bagaimana visi modernisasi Sultan HB VII mampu memberi pengaruh besar pada wajah Yogyakarta hingga kini.
Pameran ditutup di zona kelima bertajuk Peninggalan Warisan Arsitektur dan Jejak Abadi. Bagian ini memamerkan dokumentasi bangunan bersejarah peninggalan Sultan Hamengku Buwono VII, seperti Kweekschool Voor Inlandsche Onderwijzen Djogjakarta yang kini menjadi SMAN 11 Yogyakarta dan pernah menjadi lokasi Kongres I Budi Utomo. Selain itu, terdapat Gedung De Javasche Bank yang kini menjadi Kantor Bank Indonesia Yogyakarta, Kantor Pos Besar Yogyakarta era kolonial, hingga Pesanggrahan Arja Purna yang dahulu menjadi tempat peristirahatan keluarga kerajaan. Semua ini menggambarkan jejak modernisasi arsitektur yang diwariskan Sultan HB VII.
Baca Juga: Bencana Tanah Bergerak Melanda Desa Maribaya, 20 KK Diungsikan
Tak hanya menyajikan data sejarah, pameran ini juga memberikan pengalaman pribadi bagi pengunjung. Rahmat, salah satu pengunjung, mengaku sangat menikmati rangkaian informasi yang disajikan. “Aku pribadi senang dan merasa dapat wawasan baru karena kita bisa lihat perkembangan Jogja dalam perspektif sejarah. Apalagi pameran ini fokus membahas era kepemimpinan Sultan HB VII, jadi kita bisa tahu apa saja peristiwa penting dan perubahan besar yang terjadi di Jogja saat itu. Harapannya, kegiatan semacam historical exhibition semakin banyak dan beragam agar makin banyak orang tahu sejarah Jogja,” ungkapnya.(*)