Menurut Agus program Peningkatan Mutu Susu berupaya mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi oleh peternak lokal antara lain terbatasnya ketersediaan bibit sapi perah berkualitas, keterbatasan lahan untuk penanaman hijauan, rendahnya minat generasi muda menjadi peternak. Masalah lain adalah terbatasnya pakan konsentrat yang berkualitas dengan harga terjangkau, kelangkaan sumber air hingga rendahnya pengetahuan peternak dalam menerapkan teknologi dalam memelihara sapi perah. Berbagai tantangan tersebut menghasilkan kualitas dan produktivitas susu yang tidak memadai.Â
"Tantangan besar peternak adalah kualitas yang belum layak untuk diterima industri. Untuk itu, salah satu keberhasilan program kami saat ini adalah melalui penerapan good farming practices dan good manufacturing practices di beberapa peternak binaan. Sebagai hasilnya mereka kini dapat memproduksi susu segar dengan kualitas yang jauh lebih baik yaitu dengan trend angka kuman terus menurun dimana dalam tujuh tahun terakhir berada di bawah 1 juta cfu/mlâ€, jelasya.
Dia menambahkan angka kuman (TVC) merupakan salah satu parameter penting dalam menilai suatu kualitas susu segar, karena ini akan berpengaruh terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Susu segar dengan angka kuman tinggi biasanya akan cenderung lebih mudah rusak/pecah sebelum diolah, yang akan mempengaruhi rasa produk yang dihasilkan.
Sigit Bintara, dosen Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta menambahkan bahwa program kemitraan ini sangat membantu memberikan ruang bagi akademisi dan keilmuan untuk diterapkan secara tepat guna di lapangan. "Bersama Sarihusada kami turun dan berinteraksi dan memberdayakan langsung total 1.128 peternak lokal di daerah (Yogyakarta, Klaten, dan Boyolali), Selain itu kegiatan ini juga melibatkan empat koperasi dan satu Merapi Project, serta memelihara 1500 susu laktasi dan 3203 sapi perah.†(*)