JAKARTA, KRJOGJA.com - Pemerintah diminta menyederhakan jumlah BUMN di Indonesia, yang kini mencapai 118 perusahaan. Pengawasan BUMN saat ini berada di bawah Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan.
Meski perlu dikurangi, peran BUMN dalam beberapa tahun belakangan dinilai mengalami peningkatan kinerja yang signifkan seiring dengan upaya pemerintah dalam percepatan pembangunan infrastruktur.
"Jumlah yang banyak itu 25 BUMN saja itu sudah mencerminkan 90 persen aktivitas BUMN, jadi ini kan tidak efektif, maka dari kita harus dikurangi," kata Managing Director Lembaga Management FEB Universitas Indonesia (LM FEB UI) Toto Pranoto dalam keterangannya, Kamis (18/1/2018).
Dia mencontohkan, dalam satu dekade terakhir peran perusahaan milik negara (State Owned Enterprises-SOEs) terus melejit menduduki posisi teratas di papan perusahaan ternama dunia atau Global 500 Companies.
Peningkatan kontribusi tersebut, terutama didorong tumbuh pesatnya SOEs dari Tiongkok. Tiga SOEs dari Tiongkok meliputi Sinopec, CNP dan State Grid telah konsisten masuk di dalam 10 besar sejak 2010.
Ketiga perusahaan tersebut mampu menghasilkan kontribusi pendapatan (revenue) hingga 15 persen dari total pendapatan perusahaan terbesar dunia. Angka tersebut merupakan catatan pada 2014, yang merupakan pertumbuhan pendapatan tertinggi sepanjang 10 tahun terakhir.
Pendapatan menjadi tolak ukur utama dari bentuk pengelolaan sebuah SOEs atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia. Tiongkok membentuk pengelolaan SOEs secara terpusat, yang berarti dalam setiap sektoral bisnis hanya ada satu perusahaan milik negara sebagai leading sector, yang menjadi acuan bagi sektor-sektor ikutannya turut berkembang.
"Sementara itu, dalam satu sektoral bisnis di Indonesia terdapat beberapa entitas BUMN yang mencari peruntungan. Alih-alih menjadi leading sector bagi swasta turut berkembang, satu sama lain BUMN saling berkompetisi," papar Toto.