YOGYA, KRJOGJA.com - Pedagang kakilima (PKL) harus diakui keberadaannya, menjadi salah satu penunjang perkembangan sektor parekonomian di Indonesia. Bisa dipastikan keberadaan PKL mengikuti setiap denyut kehidupan masyarakat. Â
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY Budi Hanoto menambahkan, PKL adalah salah satu kekuatan ekonomi informal yang patut diperhatikan dan dikelola secara profesional. PKL sebagai penyangga kegiatan ekonomi lemah di sektor hilir juga menjadi cushion atau bantalan ketika sektor formal mengalami krisis atau kendala.
"Ketika krisis 1998 banyak bisnis yang gulung tikar atau lay off, maka menjamurlah bisnis warung tenda, UMKM, kerajinan, dan sebagainya. PKL adalah salah satu usaha yang justru tidak terkena imbas atau dampaik krisis moneter tersebut, mereka tetap bisa hidup dan eksis sampai sekarang," tandas Budi.
Budi menjelaskan, untuk itu PKL memang harus dikelola dan ditata sedemikian rupa. Pengelolaan PKL dapat dilihat dari aspek kelangsungan ekonomi, kelembagaan serta ketertiban dan kebersihan. Â
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) DIY Johanes De Britto Priyono mengatakan, hasil pendaftaran Sensus Ekonomi 2016 (SE 2016) DIY menunjukkan ada 533.670 usaha/perusahaan nonpertanian yang dikelompokkan dalam 17 kategori lapangan usaha sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2015. Jumlah itu meningkat 32,33 persen dibandingkan dengan hasil Sensus Ekonomi 2006 (SE 06) yang berjumlah 403.300 usaha/perusahaan. Bila dibedakan menurut skala usaha, 524.940 usaha/perusahaan atau 98,36 persen berskala Usaha Mikro Kecil (UMK) dan 8.740 usaha/perusahaan atau 1,61 persen berskala Usaha Menengah Besar (UMB).
"Jumlah usaha/perusahaan menurut lapangan usahanya, didominasi perdagangan besar dan eceran sebanyak 188.520 usaha/perusahaan atau 35,32 persen dari seluruh usaha/perusahaan yang ada di DIY. Kemudian diikuti oleh lapangan usaha industri pengolahan sebesar 27,44 persen, penyediaan akomodasi dan penyedian makan minum 17,43 persen dan selebihnya 19,81 persen merupakan lapangan usaha lainnya," terangnya.
Sedangkan jumlah tenaga kerja menurut lapangan usaha, usaha/perusahaan yang didominasi lapangan usaha perdagangan besar dan eceran sebanyak 339.810Â tenaga kerja atau 25,69 persen dari tenaga kerja yang ada di DIY. Perekonomian DIY diukur dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku Triwulan II-2017 mencapai Rp 29,04 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 22,49 triliun. Perekonomian DIY Triwulan II-2017 terhadap Triwulan II-2016 tumbuh 5,17 persen (yoy) lebih lambat dibanding pertumbuhan periode yang sama 2016 sebesar 5,44 persen.
"Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh jasa perusahaan sebesar 8,54 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi adalah komponen pengeluaran konsumsi lembaga nonprofit rumah tangga yang tumbuh 13,28 persen," kata Priyono.