Gambaran utuh
Proses ekskavasi atau penggalian yang berlangsung sekitar 45 menit di Museum NTB memberikan gambaran utuh tiga dimensi kepada anak-anak tentang cara mendapatkan benda-benda peninggalan zaman dahulu.
Barang-barang yang berhasil mereka temukan disusun sesuai jenis dan kegunaan, lalu dicatat secara detail pada lembaran kertas.
Setelah ekskavasi selesai, setiap tim diminta untuk mempresentasikan temuan mereka di hadapan peserta lain. Kemudian, mereka diajak ke dalam ruang pameran untuk melihat koleksi berbagai artefak purbakala yang tersimpan rapih dan terawat di Museum NTB.
Guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial dari SD Kristen Altehia Mataram, Efraim Tefa (58 tahun), mengatakan aktivitas pembelajaran di sekolah menggunakan buku ataupun menonton film tidak begitu banyak menjelaskan bagaimana arkeolog bekerja dalam mendapatkan benda-benda purbakala yang terkubur di dalam tanah.
Secara umum gambaran yang didapat oleh anak-anak sudah mencerminkan tentang aktivitas ekskavasi. Mereka kini tidak lagi berimajinasi tentang proses penggalian yang menggunakan mesin ekskavator, tetapi memakai tangan terampil yang sabar mengelupaskan tanah dengan kedalaman 0,5 sampai 1 sentimeter secara terus-menerus.
Bila selama ini cita-cita yang sering terlontar dari mulut anak-anak adalah dokter, polisi, tentara, ataupun astronot karena pekerjaan itu sering mereka lihat dan dengar, maka kegiatan Belajar Bersama Arkeolog Cilik telah menginspirasi mereka untuk bercita-cita menjadi arkeolog.
Kepala Museum Negeri Nusa Tenggara Barat Ahmad Nuralam menjelaskan upaya museum dalam memberikan pemahaman kepada generasi muda tentang kekayaan sejarah-budaya dan peradaban masa lalu di Nusa Tenggara Barat.
"Kami mengajak mereka untuk paham tentang museum dan mengerti tentang arkeologi sehingga ketika mereka bermain di kebun dan menemukan benda-benda peninggalan, mereka bisa langsung melakukan identifikasi," ujar Nuralam.
Arkeologi merupakan ilmu yang mempelajari sejarah dan kebudayaan manusia pada masa lampau melalui beragam artefak yang ditinggalkan. Aktivitas penelitian berupa survei dan penggalian yang sering kali dilakukan di tengah hutan atau perkampungan terpencil, menyebabkan profesi arkeolog jarang diketahui publik dan terkesan eksklusif.
Harapan besar
Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) mengakui kekayaan sejarah dan budaya yang terdapat di wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, yang dikenal juga sebagai gugusan Kepulauan Sunda Kecil. Namun, jumlah peneliti arkeologi di wilayah itu masih tergolong sedikit, hanya sekitar 170 orang. Para arkeolog itu kini sudah banyak yang sepuh, pensiun, dan tidak produktif dalam melakukan penelitian.