Kota Padang (ANTARA) - Rabu (10/12) siang, langit di Tanah Minangkabau menangis, seolah turut mengiringi penghormatan terakhir bagi 24 jenazah tanpa identitas, korban banjir bandang dan tanah longsor yang meluluhlantakkan daerah itu.
Langit gelap, hujan tak henti-hentinya terus mengguyur Kota Padang, sejak pagi, hingga siang itu. Sumatera Barat berduka. Satu persatu ambulans silih berganti berdatangan ke Masjid Syekh Al Minangkabawi yang berada di jantung Kota Padang.
Satu demi satu jenazah tanpa identitas yang sudah dimandikan itu digotong dengan hati-hati ke dalam masjid untuk dishalatkan. Tidak ada yang tahu siapa mereka, tapi yang pasti mereka ialah korban bencana hidrometerologis yang wajib diselenggarakan, sebagaimana ketentuan dalam Islam.
Baca Juga: Mau Spin Off, CIMB Niaga Siapkan Tiga Tahapan Ini
Puluhan jenazah yang tak diketahui siapa sanak familinya itu dijejer dalam peti mati yang dibalut kain putih. Hanya ada nomor, jenis kelamin, tahun dan daerah asal yang tertulis jelas pada papan nisan berukuran sekitar 40X20 sentimeter. Kelak, tanda itulah yang bisa menjembataninya dengan kerabat yang mungkin masih mencarinya.
Selepas azan berkumandang, ratusan orang memadati Masjid Syekh Al Minangkabawi untuk menunaikan Shalat Zuhur. Usai menunaikan kewajiban empat rakaat itu, masyarakat, polisi, TNI dari berbagai kesatuan, aparatur sipil negara, pegawai BUMN, relawan dan para tokoh agama berbondong-bondong ke lantai dasar untuk menyelenggarakan shalat jenazah.
Shalat dipimpin langsung oleh Kapolda Sumbar Irjen Polisi Gatot Tri Suryanta. Usai menyelenggarakan shalat, jamaah turut mengirimkan doa-doa agar mereka yang berpulang mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. Kekhusyukan terlihat jelas dari raut wajah mereka yang sudah ikhlas melepas kepergian korban.
Baca Juga: Kata Van Gastel Setelah SSA Penuhi Standar Lampu, PSIM Bisa Main Malam
Jamah mengirimkan doa kepada jenazah korban banjir bandang dan tanah longsor di Masjid Syekh Al Minangkabawi, Kota Padang, Sumatera Barat, Rabu (10/12/2025). ANTARA/Muhammad Zulfikar
Kapolda menyebut, hingga Kamis siang korban meninggal dunia akibat banjir dan tanah longsor berjumlah 238 jiwa. Dari angka itu, sebanyak 24 orang tidak diketahui identitasnya. Polisi, lewat tim Disaster Victim Identification (DVI) dan unsur lainnya sudah berusaha maksimal untuk mengungkap identitas korban.
Berbagai upaya dilakukan, yakni pencocokan visual, seperti ciri-ciri korban dan pakaian yang digunakan ketika kejadian, hingga pengumpulan sampel deoxyribo nucleic acid (DNA).
Sayangnya, hal itu belum berbuah positif, karena hingga jenazah dishalatkan tak ada satupun pihak keluarga korban yang bisa mengenali di antara 24 korban tersebut. Meskipun demikian, polisi memastikan hal itu tidak menutup kemungkinan bagi siapa saja yang ingin mencari tahu sanak keluarganya, di kemudian hari. "Bagi masyarakat yang merasa kehilangan keluarganya, silakan datang ke posko DVI terdekat untuk melapor," ujar kapolda.
Baca Juga: PWI DIY dan GKR Mangkubumi Bersepakat Mendorong Jurnalisme Berkeadaban di Tengah Arus Digital
Pihaknya menegaskan petugas telah bekerja keras dan akan terus bekerja maksimal 24 jam untuk membantu masyarakat, terutama ahli waris, yang hingga kini belum menemukan kerabatnya.
Selain membuka posko pengaduan di tempat, Polri juga membuka layanan daring melalui sambungan telepon di nomor 110. Cara ini diharapkan bisa memberikan kepastian informasi bagi orang-orang yang terus berharap pada sebuah keajaiban dari Tuhan.
Ia menyebutkan 24 jenazah tanpa identitas lengkap itu masing-masing 17 orang berasal dari Kabupaten Agam, enam dari Kabupaten Padang Pariaman dan satu lainnya berasal dari Kota Padang Panjang.