“AKU arep dikongkon turu ngendi?†(aku akan disuruh tidur di mana?). Hanya kalimat singkat itu yang diucapkan Mbah Darmo, hampir sebulan lalu, ketika Sudaryanto menjelaskan bila rumah kediamannya akan dibongkar. Penjelasan panjang lebar dari kemenakannya bila rumahnya akan diperbaiki tentara bisa dipahami warga Dusun Pangkah RT 01 Desa Sumberagung Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul. Dan sebagai orang tua Mbah Darmo Welas mengaku hanya manut.
Janda tanpa anak dan hidup sendiri di usia mendekati seabad itupun kemudian ‘dipindah’ ke sebuah gubuk kecil di samping rumah kediamannya yang sudah reot. Meski sudah 3 kali diganti, rumah berdinding bambu bantuan International Organization for Migration (IOM) saat gempa bumi 2006 itu memang cukup lapuk. Sehingga Pemerintah Desa Sumberagung pun mengusulkan sebagai salah satu di antara 5 rumah di desa tersebut yang perlu diperbaiki berkait dengan pelaksanaan Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD) Reguler 2020.
Rumah Mbah Darmo sudah 80% selesai, ketika KRJogja berkunjung, pekan lalu. Pagi itu, Mbah Darmo tampak tertidur di gubuknya.  Pasukan yang bergiat bakti di RT tersebut bahkan sudah ditarik dan membantu giat tambahan lain yang dilakukan. “Anggaran  Rp 15 juta APBDesa yang diberikan dalam bentuk material, sudah terserap habis. Dan untuk meneruskan finishing-nya kami serahkan kepada pemilik rumah. Yah…. Menambah sekitar Rp 6 juta lah untuk sempurnanya,†ungkap Pasiter Kodim Bantul Kapt CHB Hermanto SIP dan Sudaryanto.
Pembangunan rumah Mbah Wagiyem (Fadmi Sustiwi)
Terpisah sekitar 1 Km, kediaman Mbah Wagiyem di RT 06 yang kondisi awalnya lebih memrihatinkan, mendekati 100% siap huni. Dalam usia sekitar 70an tahun, nenek 5 cucu yang tinggal sendiri itu juga tidak banyak berkomentar. Masih mencari nafkah sendiri dengan membuat kasur kapuk yang dijual berkeliling dengan mengayuh sepeda onthel, Mbah Wagiyem juga mengaku manut saja. “Kula sampun dikandhani Pak Agus, menawi omah niki ajeng didandani tentara. Nggih manut mawon. Wong ajeng digawe apik….†(Saya sudah dibilangi Pak Agus, kalau rumah ini mau diperbaiki tentara. Ya menurut saja, Kan mau dibuat baik…).
Kini, rumah Mbah Darmo, Mbah Wagiyem dan juga tiga rumah lain di Desa Sumberagung : Mbah Wiyono di Dusun Bungkas RT 04, Mbah Sugiyanti Dusun Turi RT 01 da Mbah Suryanto Dusun Turi RT 04 sudah jadi dan siap ditempati kembali dengan lebih nyaman. Â Dan Rabu (29/7) pagi ini akan dilakukan penyerahan hasil giat RTLH dan pembangunan jembatan Kali Bulus dari Dansatgas kepada Bupati Bantul.
Secara fisik, kemiskinan diidentikkan  dengan rumah tidak layak huni (RTLH) : berdinding anyaman bambu, berlantai tanah, tidak memiliki kakus/septic tank. Dan di Bantul, kondisi seperti itu masih juga ada dan bisa dilihat di mana-mana.  Identik dengan kemiskinan, membuat warga Bantul berupaya maksimal membantu mereka yang umumnya sudah tua, menjalani kehidupan yang lebih layak sebagai manusia.
Meski diakui belum signifikan, Sekda Bantul Hilmy Jamharis pada awal 2020 mengakui penurunan angka kemiskinan hanya 0,51%, yakni dari 13,43% di tahun 2018 menjadi 12,92% di akhir 2019. Sebagaimana dikutip media, Helmy menargetkan angka kemiskinan turun sampai di bawah satu digit pada 2021. Namun wabah Covid-19 jelas membuat semuanya tidak semudah membalikkan tangan. “Untuk tahun 2020, memang tidak semua bisa melaksanakan karena semua anggaran dialihkan untuk penanganan Covid-19,†ungkap Helmi, Selasa (28/7).
Realita ini mengusik nurani. Pemerintah tidak ingin, ungkap Hermanto ‘wajah’ gubug yang sudah tidak layak masih banyak. Apalagi di Bantul, lanjutnya, sebagaimana diketahui, sebagai bentuk kegiatan penjabaran prioritas pembangunan manusia dan pengentasan kemiskinan melalui program penanggulangan kemiskinan Pemkab Bantul telah mengeluarkan Peraturan Bupati No 83/2019 tentang Sinkronisasi Program dan kegaitan APBDes dengan APBD tahun 2020. Dalam pasal 3 ayat (4) disebutkan : bentuk penanggulangan dan pengentasan kemiskinan melalui program di bidang penanggulangan kemiskinan antara lain untuk kegiatan : a. penanganan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) paling sedikit 5 (lima) rumah untuk setiap Desa dengan nilai paling sedikit Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) setiap rumah.
Pemkab Bantul memang  meminta semua pemerintah desa untuk ikut mengentaskan kemiskinan melalui dana desa (DD). Misalnya, kata Helmi, pembangunan rumah tidak layak huni yang dianggarkan tiap desa lima unit rumah warga miskin agar setiap tahunnya ditingkatkan. Desa juga diminta mengembangkam badan usaha milik desa (BUMDes) agar berkembang sehingga lebih banyak lagi warga yang bisa diberdayakan.