236 Tahun Pangeran Diponegoro, Lakon “Tumusing Jangka” Dipentaskan di Yudonegaran

Photo Author
- Kamis, 11 November 2021 | 21:17 WIB
Pementasan wayang kulit peringatan Milad 236 Pangeran Diponegoro (Harminanto)
Pementasan wayang kulit peringatan Milad 236 Pangeran Diponegoro (Harminanto)

YOGYA, KRJOGJA.com - Kamis (11/11/2021) hari ini, tepat diperingati Milad 236 Tahun Bendoro Pangeran Haryo (BPH) Diponegoro. Paguyuban Trah Pangeran Diponegoro (Patra Padi) menggelar Pagelaran Wayang Kulit dengan lakon Tumusing Jangka di nDalem Yudonegaran.

Dalang Ki Catur Kuncoro didaulat memainkan lakon yang disarikan dari Babad Diponegoro itu. Babad tersebut merupakan sebuah biografi fenomenal karya BPH Diponegoro selama menjalani pengasingan di Manado, Sulawesi Utara hingga Makassar.

Ketua Umum Patra Padi, R Rahadi Saptata Abra, mengungkap lakon tersebut terinspirasi dari sebuah peristiwa di mana suatu ketika Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hageng/GKR Tegalrejo, permaisuri Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) I bersama cicit bayi RM Mustahar (nama kecil BPH Diponegoro) sowan kepada Sri Sultan HB I. RM Mustahar adalah putra dari RM Surojo (kelak diangkat menjadi Sri Sultan HB III) dan ibu bernama Raden Ayu (R.Ay) Mangkarawati.

“Sri Sultan HB I berkata bahwa nantinya RM Mustahar akan mengobarkan perlawanan terhadap Belanda, hingga akan menimbulkan kerugian yang lebih dahsyat dibanding dengan dirinya. Untuk itu, beliau meminta kepada GKR Hageng agar mendidik dan membesarkan RM Mustahar dengan baik,” ungkapnya di sela pementasan.

Dari situ, beberapa waktu kemudian, ucapan Sri Sultan HB I terbukti ketika Perang Jawa (1825 – 1830) yang dikobarkan BPH Diponegoro berdampak luar biasa. Perang ini telah merenggut nyawa 200 ribu jiwa rakyat Jawa, 8 ribu tentara Belanda dari Eropa, 7 ribu serdadu Londo Ireng (pribumi yang berpihak kepada Belanda) dan berimbas pada kerugian keuangan Pemerintah Belanda yang mencapai +/- 20 juta Gulden.

“Ketika itu akibatnya Pemerintah Kolonial Hindia Belanda bangkrut,” sambung dia.

Ki Catur Kuncoro, dipilih mementaskan lakon tersebut karena dinilai sebagai seorang dalang yang berpengalaman dan telah malang melintang di jagad kesenian, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Adapun biografi sejarah BPH Diponegoro dan sekaligus untuk memimpin doa bersama, disampaikan Ustad Salim A. Fillah, da’i muda yang banyak menguasai sejarah berikut penulis best seller novel bernuansa sejarah, “Sang Pangeran dan Janissary Terakhir” tutur Masda Siwi Haryanto (Ketua Panitia Milad BPH Diponegoro Tahun 2021).

“Semoga dengan pementasan lakon ini, kita semua bisa meneladani perjuangan Pangeran Diponegoro, untuk kita tuangkan di masa kini dalam setiap karya yang dilakukan,” pungkas dia.

Organisasi Patra Padi sendiri didirikan pada tanggal 11 November 2015 berdasarkan Akta Notaris Rio Kustianto Wironegoro, SH, M.Hum No. 01 Tanggal 6 Januari 2016 dan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. AHU-0015022.AH.01.07 Tahun 2016 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Trah Pangeran Diponegoro. Saat ini Patra Padi menaungi 14 trah putra-putri keturunan BPH Diponegoro.

Sementara, GBPH Yudhaningrat yang juga pembina Patra Padi mengharapkan peringatan Milad Pangeran Diponegoro bisa dimaknai mendalam oleh berbagai kalangan.

“Teladan Pangeran Diponegoro kita ilhami bersama di masa kini,” tandas Gusti Yudha. (Fxh)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Rekomendasi

Terkini

Lima Fakta Menarik Film Timur untuk Isi Liburan

Rabu, 17 Desember 2025 | 21:45 WIB

Ratusan Anak Meriahkan Gelar Karya Koreografi Tari Anak

Minggu, 14 Desember 2025 | 13:00 WIB

'Penelanjangan Drupadi' Jadi Pembelajaran Lewat Tari

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:40 WIB
X