KRjogja.com - SETIAP bulan Oktober, masyarakat Kota Semarang memperingati Pertempuran 5 Hari Semarang setiap 14 hingga 18 Oktober.
Pertempuran ini merupakan peperangan antara rakyat Semarang melawan Jepang yang sebenarnya sudah tidak berkuasa karena kekalahan dalam Perang Dunia II melawan Sekutu.
Persoalan yang memicu terjadinya Pertempuran 5 Hari diawali dari pelucutan senjata Jepang yang telah kalah perang dan menunggu pemulangan ke negaranya.
Sejak Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, rakyat Indonesia segera menyusun pemerintahan dan kekuatan pertahanan untuk mempertahankan kemerdekaan. Kekalahan Jepang yang ditindak lanjuti dengan penyerahan kekuasaan kepada penguasa sebelumnya (Belanda) membuat seleuruh rakyat bersiap untuk mengantisipasinya. Makanya di mana-mana upaya mempersenjatai rakyat untuk membentuk kekuatan militer menjadi hal yang sangat mendesak.
Di Semarang, kala itu didirikan Barisan Srobot oleh tokoh pemuda Broto Jenggot dan S Parna dan Ibnu Karna. Barisan ini menghimpun Angkatan muda untuk melakukan pelucutan senjata Jepang dengan cara halus hingga dengan kekerasan.
Sebelum meletus pertempuran, Mayor Kido pimpinan Markas Kidobutai di Jatingaleh sudah menyerahkan 160 pucuk senjata kepada Mr Wongsonegoro selaku Gubernur Jawa Tengah yang mewakili pemuda. Dengan bekal senjata tersebut ternyata membuat aksi pemuda semakin gencar, dan di Kawasan Tugu Jrakah pemuda berhasil membongkar gudang mesiu Jepang dan membawa 2 truk amunisi berbagai ukuran. Pemuda bersenjata bahkan juga berhasil melucuti senjata di markas Angkatan Udara Jepang di Kalibanteng.
Baca Juga: Fraksi PKS Dorong Raperda Rusun Jawab Kebutuhan Perumahan
Punya banyak peluru tapi tak ada senjata membuat pemuda gusar, maka pada Minggu 14 Oktober 1945, ratusan pemuda mendatangi Markas Kidobutai untuk memaksa meminta senjata. Mayor Kido pun meradang, pasalnya Sekutu melarang Jepang yang menunggu pemulangan memberikan atau menghibahkan senjata pada rakyat Indonesia.
Broto Jenggot yang tak sabar lalu mengancam akan membakar Kidobutai. Demi keamanan bersama, akhirnya disepakati pemberian senjata agar massa segera meninggalkan Kidobutai.
Senjata akhirnya diterima dan dibawa pulang ke Markas Angkatan Muda di Bodong 87-89 Semarang. Namun rakyat yang menunggu pembagian marah, lantara BKR dan mantan PETA yang mengecek senjata menyatakan semuanya dalam kondisi rusak, tak bisa digunakan.
Massa rakyat pun marah, mereka tanpa kendali meluapkan kemarahannya di jalan-jalan. Siapapun Jepang yang ditemui digebuki, disiksa bahkan hingga terbunuh dan jasadnya ditinggal di pinggir-pinggir jalan. Kondisi demikian memicu kemarahan Jepang, kemudian siang itu diturunkan beberapa truk memuat pasukan Kidobutai untuk menentramkan keadaan.
Baca Juga: Sultan dan AHY Tinjau Jembatan Pandansimo, Jadi Harapan Baru Ekonomi DIY
Truk-truk yang turun membawa pasukan ternyata mendapat perlawanan dari rakyat bersenjata. Di Tandon Air Minum Wungkal Siranda, pasukan Kidobutai melucuti penjaganya dan membawanya ke Kidobutai. Peristiwa ini menimbulkan isu peracunan tandon air minum wungkal.