Dokter Kariadi sebagai kepala Laboratorium RS Purusara segera ditugaskan kepala RS dr Soekardjo untuk memeriksa kebenaran peracunan, namun saat berangkat dicegat dan ditembak mati Jepang.
Berita kematian dokter muda ini juga memicu kemarahan pemuda, apalagi di beberapa tempat cuga pecah pertempuran, dimana para tantara Kidobutai dengan kejam membersihkan kampung-kampung dengan menyembelih para pemuda yang ditangkap.
Sungai Banjirkanal, Kali mBerok dan saluran-saluran kota menjadi tempat pembantaian tentara Jepang. Darah pemuda ditumpahkan di sana untuk menteror penduduk kampung. Semua selokan yang masuk ke kampung-kampung merah darah dan berbau anyir.
Baca Juga: Diplomasi Budaya Ala Yoyok Greget Ajak Warga Osaka Jepang Menari Tayub
Jepang juga mencari markas-maras Angkatan muda termasuk markas BKR. Di Markas BKR Tlogobayem membunuh R Bisoro, Taman Soewondo dan Ngasman yang tengah piket jaga.
Atasa penyerbuan ke Markas BKR, Mas Niti Atmodjo kawan seperjuangan R Bisoro mengumpulkan 25 pemuda untuk membalas dendam. Di Penjara Bulu, 150an tawanan terdiri dari masyarakat sipil dan polisi Jepang dikumpulkan dan diberondong senapan otomatis yang dinawa Mas Niti. Semua jatuh bergelimpangan disaksikan tahanan Belanda dan Jepang lainnya.
Beberapa jam kemudian, Komandan Kempeitai Kapten Wada mendengar pembantaian ini dan berhasil mendatangi Penjara Bulu. Kapten Wada bersama Sersan Tanaka dan Sersan Masafumi Aoki, serta pasukannya terperangah menyaksikan banyaknya korban di kalangan Jepang.
Mereka terbunuh dengan sangat mengerikan.
Waktu terus berlalu, pada 14 Oktober 1998 Sersan Aoki berkunjung ke Semarang meresmikan Tugu Peringatan Pertempuran 5 Hari bernama ‘Tugu Ketenangan Jiwa’ di Muara Sungai Banjir Kanal Barat Semarang.
Baca Juga: Anggota Dewan Komisioner LPS yang Baru Resmi Dilantik
Aoki mengakui betapa peperangan sangat memilukan. Tragedi pembantaian terjadi tanpa terelakkan. Dia yang menjadi saksi betapa banyak warganya yang menjadi korban di Penjara Bulu. Namun dari kalangan pemuda dan rakayat Semarang juga lebih banyak yang menjadi korban tentaranya.
Mr Aoki mengakui para pemuda Semarang memiliki daya juang yang luar biasa dalam menghadapi pasukan Jepang yang terlatih dan punya pengalaman tempur.
Meski demikian, dirinya dan para pejuang Indonesia ingin melupakan kenangan pahit tersebut dengan hidup berdampingan secara damai yang lebih baik.(Cha)