VENEZUELA, KRJOGJA.com - Di tengah meningkatnya kekerasan di Venezuela yang sejak April telah menewaskan 115 orang itu, pemerintah Nicolas Maduro tetap menggelar referendum untuk keuntungann petahana yang kini popularitasnya terus menurun. Minggu, 30 Juli 2017, referendum tersebut akan menetapkan sebuah majelis baru yang memiliki kekuatan untuk mengubah UUD Venezuela dan juga membubarkan institusi negara.
Referendum yang sangat tidak demokratis tersebut dkecam banyak negara, termasuk para tetangga Venezuela, seperti Kolombia. Pemerintah Kolombia, Minggu, menegaskan, tak akan mengakui hasil referendum Venezuela yang dinilai sangat inkonstitusional dan penuh kecuranga. "Ini sangat jelas bahwa referendum yang digelar hari ini adalah kesalahan historis terbesar yang dibuat Maduro dan geng-nya," ujar pemimpin oposisi Kolombia, Freddy Guevara.
Sementara Maduro menanggapi kritikan dari dunia internasioal dengan menyebutkan bahwa dirinya adalah korban para pemerintah sayap kanan seluruh dunia yang diklaimnya selama ini benci terhadap rezim kiri. "Para musuh sengaja ingin membuat ekonomi Venezuela hancur," ujar Maduro seraya menambahkan bahwa referendum akan memulihkan semua krisis di negaranya, termasuk pemulihan ekonomi setelah inflasi di negera anggota OPEC tersebut tembus tiga digit.
Hal inilah yang membuat dunia internasonal mengecam aksi Maduro dan kelompok oposisi di Venezuela memboikot referendum. Pasalnya, sudah dipastikan bahwa setelah referendum usai, majelis baru yang nantinya akan punya kekuatan super itu, beranggotakan orang-orang Maduro. (*)