BANGLADESH (KRjogja.com) - Pemerintah Bangladesh menganggap masuknya gelombang pengungsi etnis minoritas Muslim Rohingya dari Myanmar memicu melonjaknya peredaran narkoba di negara mereka. Hal ini terpantau dari laporan terbaru yang menunjukkan bahwa tingkat konsumsi ya ba atau obat gila, narkotika jenis methamphetamine, mencapai 29,4 juta pil pada 2016 lalu melonjak lebih dari 2.500 persen dari 2011.
"Perdagangan ya ba melonjak karena mereka (Rohingya)," ujar penasihat politik Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasin, tanpa menjelaskan data rinci mengenai keterlibatan Rohingya dalam perdagangan narkoba.
Banyak pengungsi Rohingya di Bangladesh memang mengaku terdesak untuk melakukan kejahatan dan menjual narkoba lantaran tidak bisa bekerja secara legal di negara itu. Hanya sekitar 34 ribu pengungsi Rohingya yang memenuhi syarat bantuan internasional dan tinggal di kamp-kamp penampungan resmi.
Kepolisian serta pejabat pemerintah mengatakan, kaum Rohingya yang datang secara ilegal ke Bangladesh pun menjadi mangsa empuk bagi para penyelundup serta gembong narkoba. Para pengungsi ilegal itu dijadikan budak lantaran keberadaan mereka sulit dilacak.
Salah satu pengungsi yang menjadi korban adalah Sanmaraz. Perempuan yang tinggal di Bangladesh sejak lebih dari dua dekade itu mengaku suaminya dijebak oleh penduduk desa setempat untuk melakukan kejahatan.
Kini, pengungsi Rohingya yang tinggal di Leda itu sedang menunggu proses hukum suaminya yang terjerat kasus perdagangan narkoba karena kedapatan membawa ya ba. "Bangladesh telah memberi kami tempat tinggal, tetapi orang-orang lokal tidak menginginkan kami di sini," katanya. (*)