IRAN (KRjogja.com) - Kebijakan imigrasi terbaru di AS yang diterapkan Presiden Donald Trump telah membuat banyak warga Iran, Suriah dan Irak luntang lantung di berbagai bandara dunia. Pasalnya, negara mereka masuk dalam daftar tujuh negara yang warganya dilarang masuk ke AS, setidaknya sampai 90 hari ke depan. Kebijakan ini diberlakukan setelah Presiden Trump memerintahkan pembatasan migran dan pengungsi dari tujuh negara, yakni Iran, Irak, Suriah, Somalia, Libia, Yaman, dan Sudan.
Di AS terdapat sedikitnya 35.000 warga Iran dan mereka ini terkena dampaknya setelah Trump menjalankan pembatasan pendatang dari 7 negara yang mayoritas warganya adalah Muslim tersebut. Sebagian dari 35.000 warga Iran tersebut saat kebijakan diberlakukan sedang berada di luar AS, baik itu untuk keperluan mengunjungi sanak keluarga maupun untuk penelitian di luar AS. Mereka terancam tak bisa kembali kembali ke AS kalau kebijakan Trump tersebut nantinya menjadi permanen.
Bagi warga Iran yang memegang dwikewarganegaraan, kebijakan Trump tersebut bisa diakali dengan memberikan paspor non-Iran sehingga yang bersangkutan bisa tetap melakukan perjakanan ke Amerika Serikat. Masalahnya, banyak warga Iran yang berada di AS untuk kepentingan studi, penelitian, dan kunjungan keluarga.
Mereka ini hanya memiliki paspor Iran sehingga saat mereka akan kembali ke AS setelah menuntaskan liburan atau juga menyelesaikan penelitian, tak bisa lagi kembali ke AS. Pasalnya, semua otoritas maskapai di dunia melarang mereka untuk menaiki pesawat menuju AS.
Nazanin Zinouri, warga Iran yang saat kebijakan diberlakukan sedang berada di Teheran untuk mengunjungi keluarga selama tiga minggu, mengaku khawatir tak bisa lagi kembali ke rumahnya di South Carolina, AS. Pasalnya otoritas bandara setempat menolaknya untuk menaiki pesawat tujuan AS.
Nazanin telah tinggal di AS sejak tahun 2010 setelah mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan teknologi di South Carolina. Dia sangat menikmati hidupnya di AS dan ingin menjadi warga AS. Di sela liburan, dia setiap tahun meluangkan waktu mengunjungi orang tuanya di Iran. Kendati telah menetap di AS selama enam tahun, mayoritas keluarga besar Nazanin masih berada di Iran. (*)