Kemenhan Korea Selatan Minta Perempuan Transgender Ikut Wajib Militer

Photo Author
- Rabu, 24 Januari 2024 | 18:20 WIB
Tentara Korea Selatan   ( (dok. Anthony WALLACE / AFP))
Tentara Korea Selatan ( (dok. Anthony WALLACE / AFP))


Krjogja.com - Seoul - Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Korea Selatan mendorong para perempuan transgender untuk melakukan wajib militer. Kemenhan pada 19 Januari 2024 menyatakan sedang berusaha merevisi aturan hukum terkait pemeriksanaan wajib militer (wamil) yang mengamanatkan kelayakan laki-laki untuk dinas militer.

Dikutip dari Koreaboo, Selasa, 23 Januari 2024, revisi tersebut saat ini sedang berada pada tahap pra-pengumuman. Legislatif dapat mengumpulkan opini publik terkait RUU tersebut sebelum Majelis Nasional menggelar pemungutan suara.

Aturan baru dalam draf revisi undang-undang tersebut menyatakan bahwa perempuan transgender yang tidak melakukan terapi hormon secara reguler setidaknya selama enam bulan, akan diklasifikasikan sebagai kelas 4. Hal itu memaksa mereka untuk mengikuti wamil sebagai personel layanan sosial di bawah layanan alternatif, alih-alih menjadi tentara aktif.

Berdasarkan peraturan yang berlaku di Korea Selatan, individu yang telah menjalani operasi penegasan gender dan terdaftar secara sah sebagai perempuan tidak akan menjalani pemeriksaan wajib militer. Mereka yang telah menjalani operasi tetapi tidak terdaftar sebagai perempuan akan dinilai sebagai kelas 5, yang membebaskan mereka dari kewajiban dinas militer.

Individu yang belum menjalani operasi penegasan gender tetapi menderita disforia gender juga diberi nilai 5 berdasarkan peraturan saat ini selama mereka telah menerima terapi hormon secara teratur setidaknya selama enam bulan. Namun, orang lain yang tidak memenuhi batas waktu enam bulan tersebut akan diberi nilai 7, yang berarti mereka akan menjalani pemeriksaan fisik lanjutan secara rutin.

Bila aturan baru benar berlaku, perempuan transgender yang tidak memenuhi minimal enam bulan yang disyaratkan, akan diwajibkan mengikuti kamp pelatihan militer untuk menyelesaikan pelatihan dasar militer selama tiga minggu. Setelah menyelesaikan dinas alternatif mereka, para perempuan transgender itu harus berpartisipasi dalam pelatihan pasukan cadangan bersama tentara yang bertugas aktif.

Menurut seorang pejabat Kementerian Pertahanan, perubahan ini didorong oleh keyakinan bahwa kecuali seseorang menghadapi disforia gender pada tingkat tertentu, mereka 'seharusnya mampu menangani layanan alternatif'. Namun, para aktivis LGBTQ+ di negara tersebut menolak usulan itu dan menyebut rencana tersebut 'diskriminatif dan menunjukkan kurangnya pemahaman tentang kaum transgender dalam arti bahwa rencana tersebut mereduksi isu identitas gender hanya sekedar operasi dan terapi'.

"Orang-orang trans mempunyai pandangan yang berbeda mengenai berapa lama mereka harus menjalani terapi hormon atau apakah mereka harus menjalaninya sama sekali, serta tentang perlunya operasi [penegasan gender]. Itu semua tergantung pada tingkat keparahan disforia gender mereka dan kondisi lingkungan [di sekitarnya]," kata Kim Yong Min, aktivis Solidaritas untuk Hak Asasi Manusia LGBT Korea. (*)

 

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Tags

Rekomendasi

Terkini

Amerika Serikat Dijuluki Raja Bioetanol di Dunia

Kamis, 18 Desember 2025 | 16:20 WIB

Novelis Inggris Joanna Trollope Meninggal Dunia

Sabtu, 13 Desember 2025 | 21:05 WIB

Pesona Indonesia pada Bazar Amal di Bucharest

Rabu, 10 Desember 2025 | 15:16 WIB

Gempa Bumi Guncang Dua Kota di Inggris

Jumat, 5 Desember 2025 | 10:50 WIB

Wartawan Ini Butuh Waktu 20 Tahun Untuk Diajak Bicara

Jumat, 28 November 2025 | 15:40 WIB
X