KRjogja.com - UNICEF mendesak pemerintah, pelaku bisnis, sektor kesehatan, orang tua dan pendidik untuk segera mengatasi dampak polusi udara terhadap anak-anak di Asia Timur dan Pasifik.
Direktur Regional UNICEF untuk Asia Timur dan Pasifik, June Kunugi mengatakan desakan UNICEF khususnya Pemerintah harus memimpin dengan memperkuat kebijakan iklim dan lingkungan, beralih ke energi bersih, dan menegakkan standar kualitas udara yang selaras dengan WHO untuk melindungi kesehatan anak-anak.
"Bisnis harus mengadopsi teknologi bersih, mengurangi emisi, dan memastikan praktik dan produk mereka memprioritaskan keselamatan dan kesejahteraan anak-anak," kata June Kunugi, sebagai mana di unggah laman UNICEF.
Dia mengatakan sektor kesehatan mesti mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan deteksi dan pengobatan, serta mengadopsi operasi berkelanjutan dengan target nol bersih.
Orang tua dan pendidik harus memainkan peran penting dalam meningkatkan kesadaran, mengadvokasi lingkungan yang lebih bersih, dan memberdayakan kaum muda untuk mengambil tindakan.
Dikatakan UNICEF bermitra dengan pemerintah, bisnis, sistem kesehatan, dan masyarakat di seluruh Asia Timur dan Pasifik untuk melindungi anak-anak dari dampak buruk polusi udara.
Inisiatif utamanya kata dia, meliputi menerapkan program yang mengurangi paparan anak terhadap polusi udara rumah tangga dengan solusi seperti ventilasi cerobong asap dan sistem pemanas yang lebih bersih.
Dikatakan diperlukan peningkatan pemantauan kualitas udara dan pelaporan publik melalui inisiatif seperti pemasangan sensor yang terjangkau. Memperkuat sistem perawatan kesehatan untuk mengatasi penyakit terkait polusi dan berinvestasi dalam sistem pengelolaan limbah medis yang lebih bersih.
Berkolaborasi dengan masyarakat dan memberdayakan kaum muda sebagai pendukung udara bersih untuk meningkatkan kesadaran, memantau kualitas udara, dan mendorong kebijakan yang lebih kuat.
Dia mengatakan penanganan polusi udara akan menghasilkan peningkatan yang sangat besar dalam kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan anak-anak, dengan dampak yang berkelanjutan di seluruh masyarakat dan ekonomi.
"Solusinya sudah ada, dan masa depan kolektif kita bergantung pada penerapannya.”
Dia mengatakan polusi udara sebagai pembunuh diam-diam lebih dari 100 kematian anak di bawah usia lima tahun setiap harinya di Asia Timur dan Pasifik
Analisis terbaru UNICEF mengungkap dampak buruk udara beracun terhadap jutaan anak, dan mendesak tindakan segera untuk melindungi kesehatan dan masa depan mereka.
Dikatakan sebuah analisis mengungkap bahwa semua anak di Asia Timur dan Pasifik – total 500 juta anak – tinggal di negara-negara dengan tingkat polusi udara yang tidak sehat.
Polusi udara rumah tangga, yang disebabkan oleh bahan bakar padat yang digunakan untuk memasak dan memanaskan, terkait dengan lebih dari setengah dari semua kematian terkait polusi udara pada anak-anak di bawah usia lima tahun.
Sementara itu, 325 juta anak tinggal di negara-negara di mana tingkat partikulat tahunan rata-rata (PM2.5) melebihi tingkat pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lebih dari lima kali lipat, dan 373 juta tinggal di negara-negara dengan tingkat nitrogen dioksida (NO₂) yang tidak sehat.
Selain itu, 91 persen anak-anak di wilayah tersebut – 453 juta – tinggal di negara-negara di mana polusi ozon melebihi tingkat pedoman WHO. Hampir setengah dari PM2.5 di negara-negara dengan tingkat polutan tertinggi ini, berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, bahan bakar biomassa, dan limbah pertanian, yang juga menghasilkan gas rumah kaca yang mendorong perubahan iklim.
“Setiap tarikan napas itu penting, tetapi bagi banyak anak, setiap tarikan napas dapat membahayakan,” kata June Kunugi, Direktur Regional UNICEF untuk Asia Timur dan Pasifik.
“Udara yang mereka hirup, saat tubuh dan pikiran mereka masih berkembang, terlalu sering mengandung polusi yang tidak sehat yang dapat menghambat pertumbuhan mereka, membahayakan paru-paru mereka, dan mengganggu perkembangan kognitif mereka.”
Polusi udara dikaitkan dengan hampir satu dari empat kematian anak di bawah usia lima tahun di Asia Timur dan Pasifik, dan dapat mempengaruhi setiap tahap kehidupan anak.
Polusi udara dimulai sejak dalam kandungan dengan risiko kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah. Bahayanya berlanjut hingga anak usia dini, karena anak-anak bernapas lebih cepat dan lebih dekat dengan polutan di permukaan tanah seperti asap kendaraan, sehingga mereka lebih rentan terhadap asma, kerusakan paru-paru, dan keterlambatan perkembangan.
Ancaman tersebut seringkali lebih buruk bagi anak-anak berpenghasilan rendah yang tinggal di dekat pabrik atau jalan raya, di mana paparan polusi lebih tinggi.
Seiring berjalannya waktu, polusi udara diam-diam dapat memicu penyakit kronis seperti diabetes dan penyakit kardiovaskular, yang membahayakan masa depan anak-anak.
Dampak polusi udara jauh melampaui kesehatan anak-anak – polusi udara membebani sistem perawatan kesehatan yang sudah kewalahan, menaikkan biaya, dan mengganggu pembelajaran dan produktivitas.
Ketidakhadiran di sekolah karena sakit, perkembangan otak yang terhambat, dan risiko penutupan sekolah membatasi potensi anak-anak, sementara orang tua yang merawat anak-anak yang sakit kehilangan penghasilan.
Dampak ekonominya sangat mengejutkan: Bank Dunia memperkirakan bahwa pada tahun 2019, polusi udara dari PM2.5 menyebabkan kematian dini dan penyakit yang merugikan Asia Timur dan Pasifik sebesar 9,3 persen dari produk domestik bruto (PDB), setara dengan lebih dari $2,5 triliun. (Osy)
sumber : Unicef