Arab Saudi Jadi Tuan Rumah Pembicaraan untuk Akhiri Perang di Ukraina, Ini Alasannya

Photo Author
- Kamis, 13 Maret 2025 | 20:10 WIB
 Prajurit berkumpul di alun-alun selama pidato kepala Republik Chechnya Ramzan Kadyrov saat dipersiapkan sebagai antisipasi saat konflik militer Rusia-Ukraina di Grozny, Rusia Jumat (25/2/2022) ( (REUTERS/Chingis Kondarov/CNBC))
Prajurit berkumpul di alun-alun selama pidato kepala Republik Chechnya Ramzan Kadyrov saat dipersiapkan sebagai antisipasi saat konflik militer Rusia-Ukraina di Grozny, Rusia Jumat (25/2/2022) ( (REUTERS/Chingis Kondarov/CNBC))


Krjogja.com - Riyadh - Penyelenggaraan pertemuan penting yang melibatkan pejabat tinggi dari Amerika Serikat (AS), Rusia, dan Ukraina di Arab Saudi dinilai menegaskan aspirasi kerajaan untuk menjadi aktor global yang mampu memediasi konflik internasional secara efektif.

Pada Senin (10/3/2025) malam, Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) menyambut kedatangan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Kota Jeddah. Kedatangan Zelenskyy terjadi dalam rangka pertemuan dengan pejabat senior AS, seminggu setelah Presiden Donald Trump mengkritik Zelenskyy secara terbuka karena dianggap "tidak tahu terima kasih" dalam pertemuan di Gedung Putih.

Arab Saudi juga berperan sebagai perantara dalam pertemuan langsung antara AS dan Rusia bulan lalu—yang merupakan dialog pertama antara kedua negara setelah invasi Rusia ke Ukraina. Lokasi pertemuan, yang diidentifikasi juru bicara Kremlin Dmitry Peskov sebagai tempat yang "secara umum cocok" untuk AS dan Rusia, dipandang sebagai kemenangan besar bagi MBS, sang pemimpin de facto Kerajaan Arab Saudi.

Baca Juga: Manjakan Konsumen, Plaza Ambarrukmo Adakan 'Glorious Celebration'


"Tidak ada tempat lain di mana seorang pemimpin memiliki hubungan pribadi yang begitu dekat dengan Trump dan Putin. Bagi Arab Saudi, peristiwa ini sangat prestisius dan semakin meningkatkan kekuatan lunak kerajaan di tingkat regional dan global," demikian menurut ahli Arab Saudi Ali Shihabi seperti dikutip dari CNN.

Perubahan kebijakan Arab Saudi yang mengarah pada netralitas dalam konflik-konflik global selama beberapa tahun terakhir merupakan bagian dari upaya kerajaan untuk menjauh dari perang dan lebih fokus menarik investasi miliaran dolar guna mewujudkan "Visi 2030"—rencana MBS untuk mendiversifikasi ekonomi Arab Saudi yang terlalu bergantung pada minyak.

MBS telah menarik diri dari perang di Yaman setelah bertahun-tahun berkonflik dengan pemberontak Houthi yang didukung Iran, memperbaiki hubungan dengan rival regionalnya, Iran, serta menjalin hubungan erat dengan China dan Rusia, sambil tetap mempertahankan hubungan yang kuat dengan Barat.

 

Selain menjadi tuan rumah berbagai acara internasional, seperti pertarungan tinju dan festival musik elektronik, Arab Saudi berupaya memproyeksikan citra sebagai penjaga perdamaian global. Arab Saudi telah menjadi tuan rumah sejumlah pertemuan donor bantuan dan konferensi perdamaian, seperti KTT Perdamaian Ukraina pada Agustus 2023 yang dihadiri oleh perwakilan lebih dari 40 negara (tidak termasuk Rusia), serta komitmen bantuan sebesar USD 400 juta untuk Ukraina pada Februari tahun yang sama.

Naiknya peran MBS sebagai pemimpin dalam diplomasi internasional diyakini tidak terlepas dari hubungan dekatnya dengan Trump.

Trump memberikan dukungan kuat kepada MBS ketika dia menghadapi kecaman internasional setelah pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi oleh agen Arab Saudi pada 2018. Pada 2017, Trump memecah tradisi dengan memilih Arab Saudi sebagai negara pertama yang dia kunjungi dalam perjalanan internasional pertama sebagai presiden. Meskipun Trump kalah dalam Pilpres 2020, Arab Saudi tetap menjaga hubungan bisnis yang erat dengannya, termasuk berinvestasi USD 2 miliar di perusahaan yang dipimpin oleh menantu Trump, Jared Kushner.

Trump mengumumkan pada Jumat bahwa dia akan sekali lagi memilih Arab Saudi sebagai kunjungan luar negeri pertamanya sebagai presiden, menyusul janji kerajaan tersebut untuk menginvestasikan USD 1 triliun di perusahaan-perusahaan AS selama empat tahun.

Selain hubungan dekat dengan Trump, MBS juga memiliki hubungan yang hangat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Meskipun menghadapi tekanan internasional setelah pembunuhan Khashoggi, MBS menolak untuk menjauhkan diri dari Rusia dan terus berkoordinasi dengan Putin, terutama dalam mengatur pasokan minyak global. Pada 2023, Putin mengunjungi Arab Saudi dan mengundang negara itu untuk bergabung dengan BRICS.

Pendekatan Arab Saudi yang mengimbangi hubungan dengan kekuatan besar dunia ini terbukti menguntungkan. Arab Saudi berhasil memediasi pembebasan warga AS Mark Fogel dari tahanan Rusia bulan lalu dan juga berhasil memfasilitasi beberapa pertukaran tahanan antara Ukraina dan Rusia. Dalam pertemuan Rusia-AS bulan lalu, meskipun Ukraina tidak diikutsertakan, posisi Arab Saudi sebagai perantara menguat. (*)

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Tags

Rekomendasi

Terkini

Amerika Serikat Dijuluki Raja Bioetanol di Dunia

Kamis, 18 Desember 2025 | 16:20 WIB

Novelis Inggris Joanna Trollope Meninggal Dunia

Sabtu, 13 Desember 2025 | 21:05 WIB

Pesona Indonesia pada Bazar Amal di Bucharest

Rabu, 10 Desember 2025 | 15:16 WIB

Gempa Bumi Guncang Dua Kota di Inggris

Jumat, 5 Desember 2025 | 10:50 WIB

Wartawan Ini Butuh Waktu 20 Tahun Untuk Diajak Bicara

Jumat, 28 November 2025 | 15:40 WIB
X