Krjogja.com - SEOUL - Merayakan KTT ASEAN ke-40 dan ke-41 di Phnomp Penh, Kamboja, sebuah pameran yang menampilkan wastra dari 10 negara ASEAN digelar di Seoul, Korea Selatan. Indonesia turut serta dengan menampilkan tenun lurik di pameran yang bertajuk Ancient Futures: Treasures of ASEAN Fabric.
Menurut akun Instagram @indonesiainseoul, kain lurik yang dipajang berasal dari Yogyakarta. Desainnya perpaduan tradisional dan kontemporer.
"Desain ini dipilih agar masyarakat setempat dan asing di Korea Selatan mengetahui bahwa Wastra Nusantara juga dapat dibuat dalam desain kontemporer dan dikenakan oleh kaum muda," jelas keterangan akun tersebut.
Dikutip dari Korea Times, Sabtu (12/11/2022), kain lurik yang dimaksud ternyata merupakan karya desainer Lulu Lutfi Labibi. Kain hitam dengan pola garis-garis itu terlihat sederhana tetapi anggun di tengah beragam kain tradisional dari sembilan negara ASEAN lainnya.
Nama lurik diambil dari bahasa Jawa kuno yang artinya 'garis'. Dulu, kain tersebut kerap digunakan untuk busana resmi dalam acara-acara kerajaan. Tapi, Lulu kini mengadaptasinya sebagai busana sehari-hari dengan model yang unik.
"Selain melihat keindahan kain dari 10 negara ASEAN, para pengunjung ASEAN Week 2022 juga dapat menonton video proses pembuatan masing-masing kain yang dipamerkan," demikian penjelasan KBRI Seoul.
Pameran itu bertempat di Cociety, Seongsu-dong. Kawasan yang disebut populer dan trendi di Seoul, Korea Selatan itu diharapkan mampu menarik perhatian generasi muda setelah untuk melihat secuplik budaya negara-negara di Asia Tenggara.
"Setiap barang menghadirkan keragaman ASEAN sebagai satu-satunya, dibuat dengan hati-hati di tangan seorang perajin ahli. Seperti yang tersirat dalam judul pameran kami, 'Ancient Futures', bertujuan untuk memperkenalkan nilai-nilai kain ASEAN yang menghubungkan seni dan kehidupan sehari-hari, serta masa lalu, sekarang, dan masa depan," kata Kim Hae-yong, Sekjen ASEAN - Korea Center, saat upacara pembukaan, Rabu, 9 November 2022.
Tradisi Lokal
Kim menyebut setiap kain menyimpan nilai tradisi dan budaya. Berbagai kain tenun hasil karya perajin ASEAN dipamerkan, disesuaikan dengan tujuan wisata terkait.
"Memang, budaya kerajinan tenun adalah bagian integral dari kepercayaan dan tradisi lokal, yang diturunkan dari beberapa generasi ke generasi," imbuh Kim.
Selain lurik, ditampilkan pula Kain Tenuna dari Brunei Darussalam. Kain itu bermotif bunga-bunga yang menggunakan kain emas dan perak. Kreasi itu menampilkan pola bunga yang geometris dan simetris.
Selanjutnya, Malaysia menghadirkan Pua Kumbu yang disebut kain termahal yang dipajang di pameran itu. Wastra itu memiliki pola tradisional yang terinspirasi dari kunang-kunang di hutan hujan. Disebutkan butuh waktu satu tahun untuk menyelesaikannya.
"Kain Teratai" Myanmar adalah contoh tekstil berkelanjutan, menggunakan serat yang diekstraksi dari batang teratai dan kemudian diwarnai dengan bahan-bahan alami seperti kulit kayu, biji dan daun teratai, sedangkan kain "Cordillera" dari Filipina mewakili sistem kepercayaan yang terkait dengan pertanian dalam desainnya menyerupai bunga dan kupu-kupu. (*)