internasional

Negara Berkembang Rentan jadi Korban Harga Energi Mahal

Rabu, 26 Oktober 2022 | 23:27 WIB
Ilustrasi Harga Minyak Dunia Hari Ini. Foto: AFP

Krjogja.com - JAKARTA - Negara berkembang harus bersiap-siap. Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional (IEA) Fatih Birol memperingatkan bahwa negara-negara berkembang paling rentan terhadap kenaikan harga energi.


Birol menyebut, mereka yang akan terkena dampak paling parah dari krisis energi termasuk negara-negara pengimpor minyak di kawasan Afrika, Asia dan Amerika Latin karena harga impor yang lebih tinggi dan mata uang mereka yang lemah. Negara-negara pengimpor minyak di Timur Tengah dan Afrika Utara termasuk Djibouti, Sudan, Maroko dan Pakistan.


"Bukan AS yang akan paling menderita (dari) harga energi yang tinggi," kata Birol, dikutip dari CNBC International, Rabu (26/10/2022).


Pada Mei 2022, Dana Moneter Internasional merevisi perkiraan proyeksi pertumbuhan untuk negara-negara pengimpor minyak, karena tingginya harga energi diperkirakan akan menambah serangkaian tantangan ekonomi yang sudah membebani mereka.


"Harga komoditas yang tinggi menambah tantangan yang berasal dari peningkatan inflasi dan utang, pengetatan kondisi keuangan global, kemajuan vaksinasi yang tidak merata, dan kerentanan serta konflik di beberapa negara," jelas IMF dalam laporan mereka.


Eropa kini sedang berjuang dengan kekurangan gas karena Rusia memangkas pasokan. Situasi ini mendorong krisis energi di kawasan itu menjelang musim dingin. National Grid Inggris pun sudah memperingatkan kemungkinan pemadaman listrik.


"Kita berada di tengah-tengah krisis energi global pertama yang sesungguhnya," ujar Birol. "Dunia kita belum pernah menyaksikan krisis energi dengan kedalaman dan kompleksitas ini," sambungnya.


Dia menambahkan bahwa pasar minyak akan terus melihat volatilitas selama perang Rusia-Ukraina berlanjut.


Birol juga mengatakan dia memperkirakan sejumlah negara di dunia akan terus melihat harga LN gas yang tinggi, mengutip ekonomi China yang pulih dan tingginya kebutuhan Eropa untuk mengimpor.


Menurut Birol, harga LN gas di kawasan Asia lima kali lebih tinggi dari biaya rata-rata lima dalam tahun terakhir, dan tahun depan akan menghadapi tantangan yang lebih besar.


"Eropa ingin membeli LN has, China akan kembali sebagai importir LN gas utama, dan sangat sedikit kapasitas LN gas baru yang masuk ke pasar," ungkapnya.


“Kita tidak boleh lupa bahwa krisis ini memberikan dorongan kepada banyak pemerintah di seluruh dunia untuk memasukkan sejumlah besar uang (ke dalam) transisi energi bersih," jelas Birol.


Dia mengutip Undang-Undang Pengurangan Inflasi di AS yang baru-baru ini diberlakukan. Gedung Putih mengatakan investasi iklim akan mengurangi biaya yang terkait dengan kenaikan suhu, meminimalkan kerusakan properti dari kenaikan permukaan laut dan bencana lainnya serta mengurangi dampak kesehatan seperti kematian dini. (*)

Tags

Terkini

Amerika Serikat Dijuluki Raja Bioetanol di Dunia

Kamis, 18 Desember 2025 | 16:20 WIB

Novelis Inggris Joanna Trollope Meninggal Dunia

Sabtu, 13 Desember 2025 | 21:05 WIB

Pesona Indonesia pada Bazar Amal di Bucharest

Rabu, 10 Desember 2025 | 15:16 WIB

Gempa Bumi Guncang Dua Kota di Inggris

Jumat, 5 Desember 2025 | 10:50 WIB

Wartawan Ini Butuh Waktu 20 Tahun Untuk Diajak Bicara

Jumat, 28 November 2025 | 15:40 WIB