LONDON (KRjogja.com) - Setelah rakyat Inggris memutuskan keluar dari Uni Eropa (UE) usai hasil referendum mengunggulkan kubu pro-Brexit (52 persen), Perdana Menteri David Cameron pun menyatakan mundur. Calon kuat pengganti Cameron adalah mantan wali kota London Boris Johnson yang selama ini kerap mengkampanyekan Inggris keluar dari Uni Eropa.
Terkait mundurnya Cameron, banyak pihak yang menyayangkan keputusannya. Pasalnya, di saat genting seperti ini, Inggris masih butuh Cameron yang telah berpengalaman selama enam tahun memimpin negara kepulauan tersebut. Selain itu para politisi pun masih mendukung kepemimpinannya meski sang perdana menteri punya pandangan berbeda dengan mayoritas warga Inggris.
Menjelang referendum, dia telah diminta untuk tetap mempertahankan jabatannya sampai pemilu baru digelar. Bahkan, sehari sebelum referndum Brexit digelar, 80 anggota parlemen menyuratinya secara khusus, meminta untuk tak mundur, kendati kubu pro-Brexit menang.
Namun pemimpin dari partai konservatif tersebut tetap memilih mundur. Dalam pidatonya di kantor PM di Downing Street, London, Cameron menyampaikan apresiasinya terhadap dukungan yang diberikan kepadanya. Perbedaan prinsip, kata Cameron, membuat dia tak mungkin lagi memimpin Inggris.
Menurut Cameron, rakyat Inggris telah memutuskan keluar dari Uni Eropa, yang bertentangan dengan prinsipinya yang menginginkan Inggris tetap berada di Uni Eropa. "Saya punya keyakinan bahwa Inggris akan lebih kuat dan lebih sejahtera jika tetap bersama Uni Eropa," ujar Cameron. (*)