Kyiv - Volodymyr Zelenskyy memecat komandan tertinggi militernya, Valerii Zaluzhnyi, dalam perombakan militer terbesar di Ukraina sejak invasi Rusia dimulai hampir dua tahun lalu.
Keduanya bertemu pada Kamis (8/2/2024), setelah itu Zelenskyy mengunggah foto bersama yang berisi ucapan terima kasih kepada Zaluzhnyi atas pengabdiannya, namun juga menguraikan perlunya pembaruan dalam angkatan bersenjata.
"Waktu untuk pembaruan seperti itu adalah sekarang. Saya mengusulkan kepada Jenderal Zaluzhnyi untuk tetap menjadi bagian tim," tulisnya di platform X alias Twitter.
Tidak lama setelah itu, Zelenskyy mengumumkan bahwa dia telah menunjuk Oleksandr Syrskyi, komandan pasukan darat Ukraina, sebagai panglima militer Ukraina yang baru.
Pemecatan Zaluzhnyi telah menjadi topik yang banyak dibicarakan di Ukraina selama 10 hari terakhir, sejak rincian pertemuan pekan lalu di mana Zelenskyy meminta Zaluzhnyi mengundurkan diri bocor ke media. Zaluzhnyi menolak untuk berhenti. Demikian dilansir The Guardian, Jumat (9/2).
Keputusan untuk melanjutkan pemecatan dipandang sebagai langkah berisiko bagi Zelenskyy, mengingat tingginya tingkat persetujuan terhadap Zaluzhnyi di kalangan warga Ukraina. Syrskyi, penggantinya, memimpin pertahanan Kyiv yang sukses di awal perang Ukraina dan dipuji karena merencanakan dan melaksanakan serangan balasan yang sukses di wilayah Kharkiv pada tahun 2022. Namun, Syrskyi memiliki reputasi yang beragam di kalangan pasukan garis depan, dengan klaim dia tidak peduli dengan kehidupan prajurit selama operasi tersebut.
Beberapa pengamat berpendapat bahwa keputusan tersebut setidaknya sebagian dimotivasi oleh ketakutan bahwa Zaluzhnyi dapat menjadi lawan politik potensial di masa depan karena perdebatan dan pertikaian internal dilaporkan perlahan-lahan kembali terjadi di Ukraina pasca periode persatuan nasional setelah invasi.
Dalam video berdurasi delapan menit yang menjelaskan keputusan tersebut, Zelenskyy membantah adanya motivasi politik dan mengatakan situasi sulit yang dihadapi pasukan garis depan memerlukan pendekatan baru.
"Ini bukan soal nama, terlebih lagi bukan soal politik. Ini tentang sistem tentara kita, tentang manajemen angkatan bersenjata dan keterlibatan pengalaman langsung para komandan militer dalam perang ini," ujarnya. (*)