TINGGINYA angka perkawinan anak di bawah umur, ternyata tak lepas dari sejarah budaya yang ada di Indonesia. Salah satunya, perkawinan merarik dalam terminologi suku sasak.Â
Mahasiswi Pasca Sarjana Kriminolog FISIP UI, Reni Kartikawati menjelaskan, merarik adalah parktik 'kawin lari' usia anak yang ada di Nusa Tenggara Barat (NTB). Hingga saat ini budaya tersebut masih terpelihara. Akan tetapi, berdasarkan penelitian Reni, berlangsungnya budaya merariq di NTB tidak murni seperti aturan adat istiadat yang asli. Ada beberapa aturan dan tata cara yang terhapus.
"Zaman dulu pria dan wanita yang menikah di bawah umur sudah matang secara individu. Misalnya, wanita sudah punya bekal pandai memasak, menenun, dan mapan secara sosial. Sementara pria, sudah bisa berladang di sawah, berternak, atau mengasilkan uang dari segi ekonomi," papar Reni di Universitas Indonesia, belum lama ini.Â
Namun, yang terjadi pada berlangsungnya perkawinan merarik di zaman sekarang adalah anak-anak usia belasan tahun dinikahi oleh orangtuanya, tanpa bekal ekonomi dan kesiapan mental yang baik. "Jadi yang dilestarikan hanyalah perkawinannya saja. Sedangkan adat berupa aturannya tidak diterapkan," terangnya. (*)