BALI, KRJOGJA.com - Situasi kekerasan terhadap perempuan di masa pandemi Covid 19 menunjukan angka yang memprihatinkan. Kekerasan yang terjadi kini bukan hanya dialami di ranah fisik, namun kerap terjadi dalam ranah online imbas semakin intensnya penggunaan teknologi informasi di situasi pandemi.
“Perempuan kerap mengalami diskriminasi gender dalam bentuk marginalisasi, subordinasi, stereotip dan beban ganda terutama diperparah dalam kondisi pandemi. Guna menjembatani ketimpangan gender yang terjadi di masyarakat, pemerintah berkomitmen untuk menjadikan pengarusutamaan gender sebagai strategi yang harus diterapkan dalam seluruh proses pembangunan nasional sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional,†tutur Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga, dalam Rakornas Pemberdayaan dan Perlindungan Anak 2021 di Sanur, Denpasar, Bali, Rabu (16/6/2021).
Oleh karena itu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga meminta jajarannya melakukan tiga aksi perlindungan pada korban kekerasan perempuan dan anak yang membutuhkan perlindungan. Tiga aksi tersebut terkait tugas dan fungsi baru Kementerian PPPA, yaitu penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan dan penyediaan layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus, dan perlu koordinasi tingkat nasional, lintas provinsi, dan internasional.
"Tambahan tugas dan fungsi ini harus mampu diterjemahkan dalam tiga aksi, yaitu prioritaskan aksi pencegahan kekerasan terhadap anak yang melibatkan keluarga, sekolah, dan masyarakat melalui kampanye, sosialisasi dan edukasi publik yang menarik dan memunculkan kepedulian sosial terhadap isu kekerasan," ujar Bintang.
Selain itu, Bintang meminta jajarannya untuk memperbaiki sistem pelaporan dan layanan pengaduan terjadinya kekerasan terhadap anak.
"Korban, keluarga, dan masyarakat harus tahu kemana harus melapor. Akses mudah dan mendapatkan respons cepat," tegasnya.
Reformasi manajemen kasus kekerasan terhadap anak agar bisa dilakukan cepat, terintegrasi, dan lebih komprehensif atau one stop services.
"Itu mulai dari pengaduan, pendampingan, layanan kesehatan, bantuan hukum, hingga layanan rehabilitasi sosial dan reintegrasi," kata dia.
Tugas baru tersebut berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2020 tentang Kemen PPPA, dan ditindaklanjuti dengan penetapan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Kemen PPPA melalui Peraturan Menteri PPPA Nomor 4 Tahun 2020.
Upaya-upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak sudah sepantasnya dijadikan ujung tombak pembangunan di segala sektor. Bintang mengatakan hal tersebut guna mencapai sumber daya manusia (SDM) unggul dan berdaya saing sebagaimana prioritas utama pemerintah.
"Jika dilihat dari jumlahnya, berdasarkan data Sensus Penduduk 2020, dari total penduduk Indonesia, sekitar 49,42 persennya adalah perempuan, sementara 31,6 persennya adalah anak-anak," ujarnya.
Jumlah perempuan dan anak yang cukup besar ini faktor penentu keberhasilan pembangunan, mengingat posisinya sebagai pelaku sekaligus penerima manfaat hasil-hasil pembangunan.