YOGYA, KRJOGJA.com - Industri Jasa Keuangan (IJK) khususnya perbankan perlu melakukan terobosan khususnya dalam sektor pembiayaan/kredit sebab perekonomian DIY cukup terpukul dengan adanya pandemi Covid-19 yang menimbulkan dampak super extra ordinary. Fungsi intermediasi perbankan perlu ditingkatkan agar fasilitas atau skema kredit bisa berjalan dan terserap maksimal, termasuk skema restrukturisasi yang digulirkan sehingga perekonomian di masyarakat yang selama pandemi Covid-19 tidur bisa bangkit.
"Masih adanya ketakutan perbankan menyalurkan kredit inilah yang harus disoroti, berarti fungsi intermediasi kurang begitu berjalan karena fasilitas pembiayaan perbankan belum bisa berjalan. Kita ketahui industri perbankan dengan dana yang dimiliki dari nasabahnya tentu harus sangat berhati-hati sekali dalam penyaluran kreditnya," ujar Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DIY Jimmy Parjiman dalam Diskusi Terbatas 'Kondisi Pemulihan Bisnis & Perekonomian DIY Terkini' dengan moderator Wakil Pemimpin Redaksi (Wapimred) SKH Kedaulatan Rakyat
Ronny Sugiantoro di Novotel Suites Yogyakarta Malioboro, Selasa (7/7).
Diskusi terbatas tersebut diinisiasi oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY, OJK DIY, ISEI Cabang Yogyakarta, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) DIY dan SKH Kedaulatan Rakyat. Diskusi terbatas ini hanya diikuti Robby Kusumaharta, Gonang Djuliastono, Wawan Harmawan dari Kadin DIY, Amirullah Setya Hardi, Y. Sri Susilo dan Rudy Badrudin dari ISEI Cabang Yogyakarta, Ahmad Ma'ruf dari Tim Ahli Parampara Praja, Tim Apriyanto dari Dewan Pendidikan DIY dan Moris T Situmorang. dari Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI).
"Melihat kondisi banyaknya dana yang tidak terserap ini, kami meminta agar perbankan membuat terobosan bisnis yang tidak seperti biasanya atau super extra ordinary di masa pandemi Covid-19. Sehingga industri perbankan perlu melakukan terobosan sektor pembiayaan agar perekonomian di masyarakat yang tidur selama pandemi bisa bangkit. Industri perbankan di DIY juga perlu berkomunikasi dan bersinergi dengan dunia usaha kedepannya," papar Jimmy.
Jimmy mengatakan realisasi fasilitas restrukturisasi perbankan dan perusahaan pembiayaan di DIY telah dilaksanakan bagi 201.321 rekening atau debitur dengan nominal mencapai Rp 13,48 triliun per 24 Juni 2020. Hampir semua debitur di DIY terdampak Covid-19 yang sudah diidentifikasi memperoleh restrukturisasi serta telah menerima masukan dari nasabah yang menemu kendala dalam memperoleh restrukturisasi tersebut.
"Kita bisa lihat fasilitas yang sudah direstrukturisasi sebesar Rp 13,48 triliun. Ini sudah cukup banyak tetapi tetap perlu terobosan lagi, agar kendala-kendala yang dihadapi di sektor riil. Bank mitra yang siap untuk menyalurkan dana dari pemerintah dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) juga sangat diperlukan," tuturnya.
OJK DIY menginformasikan jumlah debitur IJK terdampak Covid-19 hingga Juni 2020 potensinya mencapai 231.631 debitur dengan nominal baki debet sebesar Rp 15,82 triliun. Dari potensi terdampak tersebut, sebanyak 201.321 debitur dengan nominal Rp 13,48 triliun telah direstrukturisasi hingga Juni 2020. Sebanyak 97 persen debitur bank umum yang terdampak Covid merupakan pelaku UMKM di DIY atau sebanyak 123.383 debitur dengan nominal Rp 9,53 triliun per Juni 2020.
"Kami akan minta IJK terutama perbankan yang mendapatkan penempatan dana dari Pemerintah seperti Himbara yang mendapatkan Rp 30 triliun dan semoga akan diikuti juga oleh bank-bank lainnya yang bisa mengajukan kepada Pemerintah yang disebut mitra bank umum dengan Pemerintah. Segala sesuatu kegiatan yang terkait dengan penanggulangan Covid-19 dimungkinkan untuk dimintakan dana dari Pemerintah," tandas Jimmy.
Kepala BI DIY Hilman Tisnawan menyampaikan perbankan telah melakukan restrukturisasi sebesar Rp 7,9 triliun sejak awal 2020. Secara rata-rata perbankan DIY mampu untuk merestrukturisasi kredit di sektor terpilih hingga 20 persen dari total debitur dengan nominal mencapai Rp 9,2 triliun. Kondisi perbankan DIY terkini kredit macet atau NPL-nya tercatat 2,8 persen per Mei 2020. " Lokomotif perekonomian DIY adalah pariwisata karena struktur PDRB-nya memang konsumsi. Ketika sektor pariwisata mati maka sub sektor di bawahnya akan terpengaruh," kata Hilman.
Hilman menegaskan sektor ekonomi prioritas DIY adalah pariwisata dan pendidikan maupun sektor pendukungnya yang memiliki kontribusi 64,6 persen dari PDRB dengan rincian pariwisata langsung 10,4 persen, pendidikan langsung 8,1 persen serta pendukung pariwisata dan pendidikan sebesar 46,1 persen. Sektor pariwisata DIY memiliki multiplier effect yang besar mencapai 104,9 kali lipat, artinya setiap peningkatan/penurunan permintaan akhir di sektor pariwisata sebesar Rp 1 miliar maka output perekonomian akan meningkat/menurun sebesar Rp 104,99 miliar.
"BI telah menggulirkan beberapa kebijakan sekaligus dalam mendukung PEN dan skema Burden Sharing dengan mengucurkan anggaran PEN total Rp 903,5 triliun. Anggaran PEN tersebut diperuntukkan untuk Public Good seperti kesehatan, perlindungan sosial, sektoral, kementerian dan lembaga (K/L) dan Pemda sebesar Rp 397,6 triliun dan Non Public Good seperti UMKM, Korporasi, Non-UMKM dan lainnya sebesar Rp 505,9 triliun," terang Hilman.