KRjogja.com - YOGYA - Laju inflasi DIY pada tahun 2024 diprakirakan lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya dengan prasyarat kecukupan bahan pangan pokok strategis. Sinergi kebijakan yang lebih kuat antara pemerintah baik pusat dan daerah, serta Bank Indonesia (BI) melalui implementasi Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) dan optimalisasi pemanfaatan anggaran pemerintah untuk pengendalian inflasi pangan, diharapkan dapat mengarahkan inflasi dalam sasaran inflasi 2,5 plus minus 1 persen.
Kepala Perwakilan BI DIY Ibrahim mengatakan beberapa faktor mampu menjadi penahan inflasi antara lain sinergi kebijakan yang lebin kuat antara pemerintah pusat, daerah, dan Bank Indonesia. Hal tersebut diwujudkan melalui implementasi GNPIP dan penetapan suku bunga acuan untuk memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi sehingga inflasi inti tetap terjaga.
"Peningkatan produksi pangan strategis melalui optimalisasi kerjasama antar daerah atau KAD dan perluasan pengembangan produk olahan hortikultura yang lebih tahan lama. Penguatan early warming up system, peningkatan penggunaan pupuk organik, penggunaan varietas unggul, pembuatan embung. pemanfaatan sumur, perbaikan pengaliran air, penggunaan irigasi kabut untuk mengantisipasi dinamika cuaca," tuturnya di Yogyakarta, Rabu (13/3/2024).
Baca Juga: Cegah Antraks, Jangan Mencampur Ternak yang Baru dan Lama
Sedangkan faktor pemicu inflasi, disampaikan Ibrahim seperti peningkatan tekanan geopolitik dunia yang memengaruhi pasokan bahan pangan impor. Tarif sewa rumah dan kontrak rumah masih mengikuti siklus peningkatan tahunan, meskipun diperkirakan masih cenderung lebih rendah dibanding rata-rata.
"Hal ini tersebut seiring belum pulihnya pertumbuhan harga properti maupun konsumsi masyarakat harga komoditas global yang meningkat berimplikasi pada kenaikan harga bahan bangunan," imbuhnya.
Ibrahim menyatakan seperti diketahui berdasarkan rilis BPS, Indeks Harga Konsumen (IHK) gabungan Kota Yogyakarta dan Kab. Gunungkidul mengalami inflasi sebesar 0,39% (mtm) atau secara tahunan sebesar 2.75% (yoy). Capaian ini meningkat dibandingkan realisasi Januari 2024 sebesar 2.60% (yoy). Realisasi inflasi DIY menjadi yang paling rendah di Pulau Jawa dan tetap berada dalam rentang target sasaran nasional.
"Tekanan inflasi dipicu komoditas pangan seperti beras, telur ayam ras, dan aneka cabai serta tarif kereta api. Peningkatkan lebih tinggi tertahan oleh deviasi yang dialami komoditas bawang merah dan tarif angkutan udara," tandasnya.
Baca Juga: 13 Maret Hari Jadi DIY, Sultan Ungkap Asal-Usul Pemilihan Tanggal
Memasuki periode Ramadan dan Idul Fitri, Ibrahim menyebut inflasi tarif angkutan udara diprakirakan meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan. Peningkatan turut dipicu masih relatif tingginya harga minyak dunia sehingga berdampak terhadap harga avtur domestik.
"Inflasi tarif kereta api juga diprakirakan meningkat pada momen Ramadan dan Idul Fitri. Tekanan tarif kereta api telah terlihat sejak Februari 2024 seiring dengan penjualan tiket Kereta Api (KAI) untuk angkutan lebaran 2024 yang mulai dibuka pada pertengahan Februari lalu," ungkap Ibrahim.
Selain itu, resiko inflasi komoditas beras yang harganya tinggi juga menjadi isu terkini. Penyebab meningkatnya mahalnya harga beras ditenggarai karena panen raya yang mundur dari siklus normalnya akibat tertundanya musim tanam karena E-Nino di akhir 2023. Kemudian puncak panen raya di DIY diprediksi pada April-Mei 2024.
"Pasokan gabah di DIY mengalir ke luar daerah serta tingginya komponen biaya logistik. Peningkatan permintaan pada masa penyaluran Bansos DIY tergolong sebagai Provinsi penyalur bantuan pangan (beras, daging ayam. dan telur ayam ras) yang relatif tinggi. dengan capaian penyaluran 33,33% terhadap target," pungkas Ibrahim. (Ira)