Krjogja.com Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dinamika global sangat mempengaruhi ekonomi domestik dan pelaksanaan APBN 2024. Suku bunga the Fed bertahan di level 5,5 persen sejak Juli 2023 dan kebutuhan issuance utang AS yang melonjak tinggi hingga mencapai sekitar 30 triliun dolar AS dari sekitar 10 triliun dolar AS di masa prapandemi menyebabkan tingginya yield US Treasury dan menguatnya dollar AS.
“Tingginya yield US Treasury dan menguatnya follar AS telah memberikan tekanan pada nilai tukar dan yield obligasi di negara berkembang, termasuk Indonesia,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, di Jakarta Senin (8/7).
Dikatakan, sepanjang Semester I 2024, rupiah terdepresiasi sebesar 6 persen dari asumsi APBN 2025 (dari Rp 15.000 menjadi Rp 15.901)) sementara Yield SBN mengalami kenaikan sebesar 60 bps.
Baca Juga: Petani Irigasi Dam Colo Timur Tekankan Tanam Panen Padi Serempak
Sementara itu, pertumbuhan global yang stagnan (pada level 3,2 persen di 2023-2024) telah menyebabkan berlanjutnya penurunan harga komoditas, khususnya Batubara dan CPO di mana pada semester I 2024 masing-masing turun (-36,7 persen yoy) dan CPO (-3,6 persen, yoy). “Di sisi lain, tensi geopolitik menyebabkan harga minyak dunia cenderung meningkat (4,2 persen, yoy),” ujarnya.
Di sektor riil, tambahnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal 1 2024 berada di atas 5 persen (5,1 persen), ditopang oleh penyerapan belanja negara yang cukup tinggi terkait penyelenggaraan Pemilu, kenaikan gaji, dan pemberian THR dan Gaji Ke-13 dengan Tukin 100 persen Inflasi yang terkendali juga menjadi faktor penting terjaganya daya beli masyarkat. “Pertumbuhan ekonomi Semester 1 diperkirakan 5,1 persen,” tegasnya.
Sementara kinerja APBN Semester I 2024 sangat dipengaruhi oleh dinamika perekonomian global, tercermin dari pendapatan yang mengalami kontraksi, sementara belanja mengalami peningkatan, sehingga defisit diperkirakan sedikit mengalami pelebaran dari target APBN 2024.
Baca Juga: Usai Diputus Hukuman Penjara, Anas Dihadapkan Tindak Pidana Pencucian Uang
Pendapatan Negara selama Semester I 2024 tercatat sebesar Rp 1.320, 7 triliun atau terkontraksi sebesar 6,2 persen (yoy). Penerimaan perpajakan tercatat hanya sebesar Rp 1.028 triliun, turun 7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara PNBP mencapai Rp 288,4 triliun atau turun 4,5 persen (yoy). Penurunan pendapatan negara terutama disebabkan oleh turunnya harga komoditas, khususnya batubara dan CPO, yang mempengaruhi kondisi profitabilitas sektor korporasi sehingga berdampak pada penerimaan PPh Badan yang terkontraksi 35,5 persen (yoy). Sementara itu, penerimaan PPN DN (dalam negeri), turun 11 persen (yoy).
Namun demikian, secara bruto (tanpa memperhitungkan restitusi), PPN DN masih tumbuh positif sebesar 9,2 Persen seiring dengan masih kuatnya aktifitas ekonomi domestik, tercermin dari pertumbuhan ekonomi kuartal I yang mencapai 5,11 persen.
“Penurunan PNBP terutama karena turunnya penerimaan SDA akibat turunnya harga komoditas dan kurang optimalnya lifting migas, sementara di sisi lain penerimaan dari Kekayaan Negara yang dipisahkan tumbuh positif 41,8 persen dengan membaiknya kinerja BUMN,” ujarnya.
Baca Juga: OPPO Reno12 Pakai Baterai 5.000 mAh dan Konfigurasi Triple dengan Kamera Utama 50 MP
Selama semester I 2024, belanja negara meningkat mencapai Rp 1.398 triliun atau meningkat 11,3 persen (yoy). Peningkatan belanja negara tersebut terutama terkait peran APBN sebagai shock absorber untuk antisipasi gejolak global, melindungi daya beli masyarakat, serta tetap mendukung berbagai prioritas agenda pembangunan nasional.
Komponen Belanja Pemerintah Pusat (BPP) mencapai Rp 997,9 triliun atau tumbuh 11,9 persen (yoy), di mana didalamnya termasuk belanja yang memberikan manfaat langsung bagi masyarakat sebesar Rp 762,1 triliun (76,4 persen BPP), antara lain: PKH Rp 14,2 triliun, kartu sembako Rp 22,2 triliun, program Indonesia Pintar Rp 8,1 triliun, KIP kuliah Rp 6,8 triliun, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Rp 5,6 triliun, BO PTN Rp 2,6 triliun, subsidi dan kompensasi Rp 155,7 triliun, Subsidi LPG 3 Kg Rp 34,2 triliun, PBI JKN Rp 23,2 triliun, serta pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur Rp 75,2 triliun.
Kinerja pertumbuhan ekonomi yang kuat pada kuartal 2024 (5,11 persen) juga tidak terlepas dari peran APBN terkait penyelenggaraan Pemilu, kenaikan gaji ASN, pemberian THR dengan Tukin 100 persen serta program bansos sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga di tengah stagnasi ekonomi global. Pada sisi lain, depresiasi Rupiah berdampak pada peningkatan beberapa pos belanja, khususnya subsidi dan kompensasi energi.
Peran belanja negara di Semester 1 berhasil melanjutkan penurunan tingkat kemiskinan menjadi 9,03 persen (per Maret 2024), dari 9,36 persen (Maret 2023). Angka kemiskinan ini merupakan yang terendah dalam satu dekade terakhir. Peran APBN melalui PEN di tahun 2020-2022 juga berhasil menyelamatkan sekitar 10,9 juta penduduk dari kemiskinan akibat pandemi covid-19.