Krjogja.com– Jakarta – Mengakhiri kuartal pertama tahun ini, pasar keuangan Indonesia semakin tertekan. Gejolak global ditambah sejumlah ketidakpastian yang terjadi didalam negeri telah menekan pasar saham dan nilai tukar. Diperlukan kecermatan ekstra untuk memilih investasi yang aman dan tetap mampu menghasilkan cuan.
Berbagai kebijakan tarif Trump diperkirakan akan memberi tekanan terhadap inflasi di Amerika Serikat, sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap suku bunga di negara berkembang yang akan sulit dipangkas. Akibat perang dagang ini, Indonesia juga dapat dirugikan oleh dumping dari China yang mengalami kesulitan ekspor ke Amerika.
Turunnya peringkat saham dan rating Indonesia yang dilakukan oleh beberapa perusahan investasi internasional semakin memperparah tekanan terhadap indeks dan rupiah. Hantaman PHK yang dilakukan sejumlah perusahaan di dalam negeri, ditambah deflasi menjadi ancaman terhadap tingkat konsumsi masyarakat kedepan yang pada akhirnya akan memperlambat laju perekonomian.
Baca Juga: KAI Daop 5 Purwokerto Lakukan Tes Narkoba Mendadak untuk Pastikan Keselamatan Angkutan Lebaran
"Keberadaan Danantara yang sarat dengan intervensi politik dan terungkapnya sejumlah kasus korupsi besar serta upaya revisi terhadap RUU TNI menambah kekhawatiran investor asing terhadap transparansi di Indonesia," ungkap Harry Su, Managing Director Research and Digital Production PT Samuel Sekuritas Indonesia. Apalagi sekarang sudah mendekati libur Lebaran, berbagai faktor ini menyebabkan terjadinya aksi jual di pasar saham, tambah Harry.
Sebelum penutupan perdagangan sesi pertama hari ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) telah melakukan pembekuan sementara perdagangan atau trading halt, yang dipicu oleh penurunan indeks mencapai 5%. Hal ini mengacu kepada ketentuan yang telah ditetapkan oleh BEI.
Samuel Sekuritas memperkirakan indeks harga saham gabungan (IHSG) akan berada dilevel 7.300 dan nilai tukar Rp 16.600/US$ pada akhir 2025.
Baca Juga: 554 WNI Korban Penipuan Online di Myanmar Dipulangkan
Investasi Hobi
Dengan berbagai tekanan yang terjadi, sejumlah saham yang masih layak untuk dikonsumsi diantaranya Indofood CBP (ICBP), Sumber Alfaria Trijaya (AMRT), Japfa Comfeed Indonesia (JPFA). ‘’Kami juga menganjurkan investor untuk mengoleksi saham yang memberikan dividen tinggi seperti Astra International (ASII), HM Sampoerna (HMSP), Unilever Indonesia (UNVR),’’ papar Harry.
Untuk sementara hindari saham-saham dari sektor teknologi, semen, infrastruktur dan energi terbarukan, dan jangan menempatkan investasi hanya dalam satu instrumen saja dalam kondisi pasar yang penuh volatilitas. Selain saham, obligasi dan emas juga layak untuk dikoleksi. Harry Su sendiri selain berinvestasi pada logam mulia, ia juga mengoleksi lukisan, barang antik serta anjing ras sebagai hobi yang bisa menghasilkan cuan.
Ia sudah mulai memelihara ratusan anjing sejak 1990 dan saat ini fokus untuk mengembangkan anjing Bichon hingga 40 ekor. Ia memilih Bichon karena memiliki keistimewaan seperti tidak berbau, tidak terlalu berisik, bulunya tidak rontok sehingga cocok untuk penderita asma, ukurannya kecil sehingga cocok bagi mereka yang tinggal di apartemen atau hunian yang kecil.
Baca Juga: Meski Momen Libur Lebaran, Candi Prambanan Tetap Tutup Operasional di Rangkaian Hari Raya Nyepi
Anjing ras kecil ini telah banyak mencatat prestasi baik di dalam dan luar negeri, bahkan pada ajang World Dog Show, dalam lima tahun terakhir. Salah satunya Yang Yang yang telah berhasil menyabet prestasi sebagai anjing ras nomor satu se-Indonesia sejak 2023 hingga tahun lalu. Sebelumnya Yang Yang juga telah berhasil meraih gelar internasional champion, dan champion di Thailand, Vietnam serta menjadi yang terbaik dalam 47 show atau disebut juga sebagai anjing Best in Show.
‘’Sama seperti investasi di pasar keuangan yang harus dijaga, untuk menghasilkan anjing berprestasi juga diperlukan ketekunan dalam memilih makanan, pemeliharaan bulu dan menjaga kesehatan mereka, ujarnya.