KRJOJA.COM -JAKARTA Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) pada triwulan II 2025 tetap terjaga di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi. Ketidakpastian global terutama dipengaruhi oleh dinamika negosiasi tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) dan eskalasi ketegangan geopolitik.
“Dengan telah tercapainya kesepakatan negosiasi tarif resiprokal AS dengan sejumlah negara mitra dagangnya, termasuk Indonesia, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menilai tetap diperlukan penguatan kewaspadaan serta respons kebijakan yang efektif,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK di Jakarta, Senin (28/7).
Dipaparkan, rapat tersebut menyepakati untuk terus memperkuat sinergi dan koordinasi kebijakan antarlembaga anggota KSSK maupun dengan Kementerian/Lembaga lain, dalam upaya memastikan agar SSK senantiasa terjaga, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi.
Ketidakpastian perekonomian global pada triwulan II 2025 tetap tinggi akibat kebijakan tarif resiprokal AS dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Pada April 2025, pengumuman tarif resiprokal AS dan retaliasi Tiongkok memicu ketidakpastian ekonomi global. Ketegangan geopolitik di Timur Tengah pada Juni 2025 meningkatkan ketidakpastian dan berdampak pada melambatnya pertumbuhan ekonomi global, termasuk AS, Eropa, dan Jepang.
Sementara itu, ekonomi Tiongkok pada triwulan II 2025 tumbuh 5,2 persen yoy, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,4 persen yoy akibat turunnya ekspor ke AS.
Di sisi lain, ekonomi India diprakirakan tumbuh baik seiring masih kuatnya investasi. Negara berkembang lainnya juga mengalami perlambatan akibat penurunan ekspor ke AS dan pelemahan perdagangan global. Pergeseran aliran modal dari AS ke aset yang dianggap aman, terutama ke aset keuangan di Eropa, Jepang, dan komoditas emas terus terjadi, serta diikuti oleh pergeseran aliran modal dari AS ke emerging markets (EM), mendorong berlanjutnya pelemahan mata uang dolar AS terhadap mata uang global.
Baca Juga: Geopark Jogja Resmi Naik Status Jadi Geopark Nasional
Dengan perkembangan tersebut, World Bank pada laporan Juni 2025 memprakirakan pertumbuhan ekonomi global sebesar 2,9 persen (PPP weights) pada 2025, turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 3,2 persen. Sementara itu, OECD pada laporan Juni 2025 juga merevisi ke bawah prakiraan pertumbuhan ekonomi global 2025 dari 3,1 persen menjadi 2,9 persen.
Dijelaskan, KSSK optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2025 tetap terjaga untuk menjadi landasan bagi ekonomi di tahun 2025 tumbuh di sekitar 5,0 persen.
Hal ini didorong konsumsi dan daya beli yang masih positif serta aktivitas dunia usaha yang resilien turut didukung oleh peran APBN dalam menjalankan fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Stimulus ekonomi, dorongan implementasi program strategis, dukungan bagi sektor prioritas, serta bantalan untuk sektor yang rentan terus diberikan Pemerintah.
Ekspor tetap kuat dengan mencatat surplus neraca perdagangan sebesar 15,38 miliar dolar AS per Mei 2025 (Mei 2024 sebesar 13,06 miliar dolar AS).
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, BI terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta bersinergi erat dengan bauran kebijakan ekonomi nasional. Kebijakan moneter BI diarahkan pada keseimbangan untuk menjaga stabilitas serta turut mendorong pertumbuhan ekonomi (prostability and growth).
Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan kebijakan sistem pembayaran tetap diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (pro-growth).