KRjogja.com - YOGYA – Neraca perdagangan DIY kembali mencatat kinerja menggembirakan. Badan Pusat Statistik (BPS) DIY melaporkan sepanjang Januari–Juli 2025 terjadi surplus perdagangan barang sebesar US$221,34 juta, naik US$18,82 juta dibanding periode yang sama tahun lalu.
Plt Kepala BPS DIY, Herum Fajarwati, menjelaskan surplus ini ditopang oleh nilai ekspor yang menembus US$324,25 juta, jauh lebih besar dari impor yang hanya US$102,91 juta. “Nilai ekspor Januari–Juli 2025 meningkat 10,30 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan ini utamanya didorong produk industri pengolahan yang mencatat nilai US$322,02 juta,” ungkapnya di Yogyakarta, Senin (22/9/2025).
Baca Juga: Terlalu! Baru Diresmikan 2022, Atap Teras Gedung KPT Brebes Ambruk
Sejumlah komoditas unggulan ekspor DIY mencatat pertumbuhan tinggi. Produk pakaian dan aksesorinya (bukan rajutan) menjadi penyumbang terbesar dengan nilai US$125,30 juta atau naik 13,68 persen. Sementara pakaian rajutan juga menunjukkan lonjakan signifikan hingga 48,46 persen menjadi US$42,89 juta.
Meski begitu, Herum mengakui tidak semua komoditas mencatat hasil positif. Beberapa produk andalan seperti perabotan, lampu dan alat penerangan, barang anyaman, kertas dan karton, serta minyak atsiri, wewangian, dan kosmetik justru mengalami penurunan kinerja ekspor.
Dari sisi negara tujuan, Amerika Serikat masih menjadi pasar ekspor utama DIY dengan nilai US$140,64 juta atau 43,37 persen dari total ekspor. Posisi berikutnya ditempati Jerman sebesar US$39,57 juta (12,20 persen) serta Jepang sebesar US$25,82 juta (7,96 persen). “Amerika tetap menjadi motor utama penopang ekspor DIY,” jelas Herum.
Baca Juga: Senin Pagi 22 September 2025, Gunung Semeru Erupsi
Di sisi lain, Herum menyampaikan impor DIY periode Januari–Juli 2025 tercatat sebesar US$102,91 juta atau meningkat 12,53 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Golongan barang impor terbesar adalah kain rajutan senilai US$24,72 juta, kereta api dan trem US$12,96 juta, serta filamen buatan US$7,89 juta.
Berdasarkan penggunaannya, impor bahan baku dan penolong tercatat paling dominan dengan nilai US$91,05 juta atau naik 12,95 persen. Hal ini menunjukkan kebutuhan industri pengolahan di DIY terus meningkat seiring naiknya kapasitas produksi.
"China menjadi negara asal impor terbesar dengan nilai US$38,71 juta atau menyumbang 37,62 persen dari total impor DIY. Menyusul Hongkong sebesar US$19,39 juta atau 18,84 persen serta Amerika Serikat senilai US$18,31 juta atau 17,79 persen," tambah Herum.
Baca Juga: Sport Tourism yang Memikat dan Penuh Manfaat
Khusus Juli 2025, Herum menyatakan kinerja perdagangan DIY kembali surplus. Ekspor tercatat US$54,01 juta atau naik 12,66 persen dibanding Juli 2024, sementara impor turun tajam 21,65 persen menjadi US$13,17 juta. Kondisi ini kian mengokohkan tren positif perdagangan DIY sepanjang tahun berjalan. (Ira)