"Kami terus memperkuat kualitas portofolio kredit dan menerapkan risk-based provisioning untuk memastikan ketahanan jangka panjang," tambah Paolo.
Sementara itu, Direktur Treasury & International Banking Abu Santosa Sudradjat menuturkan, strategi digital transaction banking yang agresif telah menciptakan pertumbuhan yang kuat. BNI mencatat Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 21,4 persen YoY menjadi Rp 934,3 triliun, dengan CASA naik 13,3 persen YoY menjadi Rp 613,4 triliun.
"Porsi dana murah ini memperkuat struktur pendanaan dan menekan biaya dana (cost of fund), menjaga profitabilitas tetap sehat," ujar Abu.
Selain peningkatan DPK khususnya CASA, strategi digital transaction banking yang agresif juga menghasilkan pertumbuhan fee-based income sebesar 11 persen YoY dan berkontribusi sebesar 30 persen dari total fee-based income BNI hingga akhir kuartal III tahun 2025.
Baca Juga: Prediksi dan Head to Head Persela Lamongan vs PSS Sleman di Liga 2 Championship Pegadaian
Pertumbuhan tersebut banyak didorong oleh akselerasi kanal digital, khususnya aplikasi wondr by BNI, yang mencatat lonjakan pengguna dari 2,8 juta pada September 2024 menjadi 10,5 juta pengguna per September 2025. Nilai transaksi wondr by BNI mencapai Rp 783 triliun, dengan 866 juta transaksi tercatat sepanjang periode yang sama.
Selain itu, kanal BNIdirect untuk segmen korporasi mencatat nilai transaksi Rp 8.080 triliun, tumbuh 26,7 persen YoY, dan volume transaksi naik 14,8 persen menjadi 1.061 juta. Pertumbuhan ini turut memperkuat pendapatan berbasis komisi (fee income) yang berkelanjutan.
"Strategi digital transaction banking yang agresif mendorong pertumbuhan CASA yang lebih sustain dan fee income yang konsisten. Kami melihat ini sebagai awal dari fase pemulihan biaya dana yang lebih sehat dan berkelanjutan," jelas Abu.
BNI juga terus memperkuat posisi sebagai pelopor keuangan berkelanjutan di Indonesia. Melalui penerbitan Sustainability Bond, BNI menyalurkan pembiayaan ke berbagai proyek ramah lingkungan, termasuk energi terbarukan dan efisiensi energi serta pembiayaan sosial ekonomi UMKM.
Direktur Risk Management BNI David Pirzada menjelaskan bahwa langkah ini menjadi bukti komitmen BNI dalam mempercepat transisi menuju ekonomi hijau.
"Seluruh dana hasil penerbitan Sustainability Bond dialokasikan untuk proyek-proyek hijau yang memenuhi kriteria lingkungan. Kami ingin memastikan pembiayaan tidak hanya berdampak ekonomi, tetapi juga sosial dan lingkungan," katanya.
Hingga akhir September 2025, portofolio berkelanjutan BNI mencapai Rp 192,4 triliun atau 24 persen dari total kredit, terdiri dari pembiayaan sosial-ekonomi dan pembiayaan hijau.
Dengan berbagai inisiatif tersebut, BNI membukukan laba bersih konsolidasi Rp 15,12 triliun hingga akhir September 2025. Capaian ini menunjukkan efektivitas strategi transformasi dan kemampuan BNI menjaga profitabilitas jangka panjang melalui tata kelola yang prudent.