JAKARTA, KRJOGJA.com - Bank Tabungan Negara (BTN) terus berupaya meningkatkan rasio pencadangan guna memenuhi aturan Pernyataan Standar Akutansi Keuangan (PSAK 71) sebagaimana diatur Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia (ATR RI) sebagai pilot project layanan hak tanggungan elektronik (HT-el).
Layanan tersebut bertujuan mempercepat penyelesaian sertifikat hak tanggungan (HT) sebagai second way out penerapan PSAK 71 di Bank BTN. Adapun, Hak Tanggungan (HT) merupakan jaminan pelunasan utang atas hunian termasuk tanahnya.
Dengan adanya sertifikat HT tersebut akan memberikan wewenang kepada kreditur untuk melakukan tindakan seperti lelang atau penjualan agunan ketika terjadi kredit macet. “ BTN menjadi lembaga perbankan yang pertama kali mengimplementasikan HT-el. Melalui layanan tersebut, dapat mempercepat penyelesaian sertifikat HT. Sertifikat HT sendiri bisa mempercepat mekanisme lelang sehingga Bank BTN tidak perlu membentuk pencadangan (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai/CKPN),†kata Plt Direktur Utama Bank BTN, Oni Febriarto Rahardjo, di Jakarta, Rabu (4/9).
Dikatakan, dengan adanya HT-el ini akan menjadi langkah antisipasi kami sebelum membentuk pencadangan. Dengan langkah antisipasi ini beserta upaya peningkatan pencadangan yang dilakukan, untuk membidik rasio pencadangan di atas 100 persen pada 2020 nanti," jelas Oni.
Oni mengungkapkan dengan adanya sistem elektronik tersebut juga akan membantu Bank BTN dalam memantau pengerjaan HT. Layanan ini pun akan meminimalisasi biaya proses pendaftaran HT. Pasalnya, sertifikat tersebut akan didaftarkan langsung oleh bank selaku kreditur tanpa perantara notaris. Dengan begitu, tambah Oni, biaya yang dibayar disesuaikan dengan nilai hak tanggungan.
"Dengan biaya yang lebih murah akan menjadi gimmick menarik karena biaya proses kredit lebih terjangkau bagi para debitur,†katanya.
Hingga kini, Oni menyebutkan BTN telah mempersiapkan berbagai hal teknis untuk mendukung pelaksanaan implementasi HT elektronik di BPN.