Baca Juga: Dukung Kreativitas Anak Bangsa, Yamaha Fazzio Modifest 2024 Hadir di Yogya
Karena itu, para pelaku usaha harus mampu melakukan upaya penagihan sesuai dengan pendekatan peraturan yang berlaku, seperti Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, seluruh regulasi yang diterbitkan melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, Putusan Mahkamah Konstitusi, hingga Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.
Sedangkan Sobandi menyebut, secara regulasi prosedur ekseksui jaminan fidusia yang sudah ada saat ini harus dipermudah dan disimplifikasi.
“Seringkali dari regulasi yang sudah ada mempersulit upaya penagihan maupun proses eksekusi jaminan fidusia. Bahkan ada pelaku profesi penagihan yang dihakimi oleh warga karena melakukan penagihan. Ini menunjukkan adanya kelemahan secara regulasi yang menyebabkan lembaga pembiayaan mengalami kesulitan dalam penagihan,” urai Sobandi.
Dari sudut pandang akademisi yang disampaikan oleh Pakar Hukum Jaminan Fidusia Universitas Diponegoro, Siti Malikhatun Badriyah, pada dasarnya prosedur penagihan dan pengamanan unit jaminan fidusia dapat dilakukan dengan adanya sertifikat jaminan fidusia.
Baca Juga: Terima Green Initiative Awards, BSI Komitmen Jalankan Bisnis Berkelanjutan
“Sertifikat jaminan fidusia memiliki kekuatan eksekutorial, namun, perlu diperhatikan keabsahan dari jaminan fidusia itu sendiri yang meliputi dua tahap, yakni pembebanan dan pendaftaran jaminan fidusia,” tutur Siti. Ia juga menjelaskan sertifikat ini ditandatangani oleh pihak debitur maupun kreditur, sehingga berlakunya asas asas hukum penjaminan yang ada di dalam pasal 1131 dan 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. (Sal)