KRjogja.com - YOGYA - Tahun 2025 menjadi momentum penting bagi perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, tak terkecuali di DIY. Sektor perbankan syariah, industri keuangan nonbank (IKNB) syariah, hingga pasar modal syariah terus menunjukkan pertumbuhan positif di tengah dinamika ekonomi nasional.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DIY, Eko Yunianto, mengungkapkan porsi aset keuangan syariah nasional pada semester I 2025 telah mencapai Rp2.972,95 triliun. Dari jumlah tersebut, Pasar Modal Syariah menjadi kontributor terbesar dengan nilai Rp1.828,25 triliun, disusul Perbankan Syariah sebesar Rp967,33 triliun.
“Aset perbankan syariah di DIY per Juli 2025 tercatat Rp13,59 triliun atau tumbuh 5,51 persen (yoy) dibandingkan Juli tahun sebelumnya. Meski Dana Pihak Ketiga (DPK) sedikit menurun, pembiayaan justru tumbuh positif sebesar 8,18 persen yoy,” ujar Eko di Yogyakarta, Senin (3/11/2025).
Menurutnya, OJK terus memperkuat ekosistem ekonomi syariah melalui tiga komitmen utama. Pertama, penguatan kebijakan dan regulasi yang adaptif, yang tidak hanya menekankan kepatuhan terhadap prinsip syariah, tetapi juga mendorong daya saing industri. “Kami terus menyempurnakan regulasi dan melaksanakan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah, agar industri ini semakin tangguh dan berdaya saing tinggi,” jelasnya.
Kedua, lanjut Eko, adalah penguatan digitalisasi dan inovasi keuangan syariah. Di era serba digital, lembaga keuangan syariah tidak bisa lagi bertumpu pada pendekatan tradisional. Digitalisasi diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan akses layanan, dengan tetap menjunjung prinsip kehati-hatian dan perlindungan data nasabah.
“Digitalisasi tidak boleh lepas dari prinsip syariah dan tata kelola yang baik. Kami dorong agar industri syariah bertransformasi digital tanpa mengorbankan nilai-nilai etika dan keamanan data,” imbuhnya.
Baca Juga: Mahasiswa UMY Gelar Pelatihan Pemberdayaan untuk UMKM dan KWT di Kulonprogo
Komitmen ketiga yaitu penguatan literasi dan inklusi keuangan syariah. Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan Indonesia (SNLKI), tingkat literasi keuangan syariah mencapai 43,42 persen, masih di bawah literasi keuangan nasional sebesar 66,46 persen. "Artinya masih banyak masyarakat yang belum memahami prinsip dasar maupun produk keuangan syariah. Ini menjadi pekerjaan rumah bersama,” tutur Eko.
OJK menilai, peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah memerlukan sinergi lintas pihak. Pemerintah, lembaga keuangan, pelaku industri, perguruan tinggi, hingga masyarakat luas perlu bahu-membahu memperluas pemahaman dan minat terhadap keuangan syariah.
"Dengan langkah-langkah strategis tersebut, OJK DIY optimistis penguatan ekosistem keuangan syariah akan terus berlanjut dan mampu berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional," pungkas Eko. (Ira)