Krjogja.com - SLEMAN – Daerah Istimewa Yogyakarta dinilai memiliki ekosistem ekonomi yang kaya dan dinamis, mulai dari UMKM, sektor kreatif, pendidikan, hingga pariwisata. Namun agar seluruh potensi tersebut mampu berkontribusi lebih besar terhadap pertumbuhan nasional, penguatan sektor keuangan menjadi faktor kunci yang harus dipercepat.
Hal ini mengemuka dalam Forum Deepening Sektor Keuangan yang digelar Direktorat Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan (DJSPSK) Kementerian Keuangan di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) DIY, Sleman, Kamis (4/12).
Baca Juga: 'Esok Tanpa Ibu', Dian Sastro : Bagaimana Kalau Aku Pergi Duluan?
Direktur Jenderal (Dirjen) SPSK, Masyita Crystallin, menyampaikan dinamika global yang semakin kompleks menuntut sektor keuangan Indonesia untuk lebih kredibel, adaptif, dan terintegrasi.
Ia menilai Indonesia memiliki peluang besar menjadi emerging stabilizer di kawasan, asalkan penguatan struktur keuangan berjalan selaras dengan transformasi ekonomi. “Fondasi fiskal dan sektor keuangan yang kuat adalah kunci menjaga stabilitas sekaligus menangkap peluang baru,” ujarnya.
Pada level nasional, perekonomian Indonesia mencatat pertumbuhan sekitar 5 persen pada Triwulan III 2025. Pertumbuhan ini didorong konsumsi rumah tangga yang tetap solid, peningkatan investasi, dan ekspor yang stabil. Masyita menilai kinerja positif tersebut menjadi modal penting untuk menaikkan produktivitas. “Ketangguhan ekonomi ini menunjukkan ruang bagi kita untuk memperkuat arah kebijakan yang lebih produktif,” katanya.
Baca Juga: Ada Permohonan Ekskusi Tanah dan Rumah Lima Tahun Belum Dilaksanakan
Forum kemudian menggarisbawahi pentingnya pendalaman sektor keuangan sebagai penggerak investasi. Investasi diarahkan tidak hanya bertambah dari sisi jumlah, tetapi juga mengalir pada sektor bernilai tambah tinggi seperti energi baru dan terbarukan, manufaktur teknologi, hilirisasi sumber daya alam, serta infrastruktur digital. Menurut Masyita, investasi produktif membutuhkan sektor keuangan yang dalam, efisien, dan terpercaya.
Struktur sektor keuangan Indonesia saat ini masih didominasi perbankan, sementara pasar modal dan industri keuangan nonbank memiliki ruang pertumbuhan besar. DJSPSK menilai perlu ada keseimbangan agar pembiayaan jangka panjang dapat diperluas. “Dengan peran lebih besar dari pasar modal, asuransi, dan dana pensiun, arsitektur keuangan kita akan lebih dalam dan berdaya tahan,” jelas Masyita.
Pada aspek daerah, DIY disebut sebagai contoh wilayah dengan ekosistem ekonomi yang kuat namun membutuhkan keterhubungan lebih erat dengan sektor keuangan. Pertumbuhan ekonomi daerah yang didukung industri kreatif, pendidikan, UMKM, dan pariwisata dinilai dapat berkembang lebih cepat apabila memiliki akses luas ke pembiayaan, tabungan, asuransi, dan program pensiun. “Tantangannya adalah memastikan seluruh potensi di DIY terhubung dengan layanan keuangan yang inklusif dan mudah dijangkau,” imbuhnya.
Selain itu, pemerintah juga memanfaatkan instrumen keuangan negara seperti Sukuk Negara (SBSN) untuk membiayai beragam proyek strategis di DIY, termasuk infrastruktur transportasi dan lingkungan. Ke depan, obligasi daerah dinilai dapat menjadi alternatif pembiayaan transparan bagi pembangunan di daerah. Instrumen ini dipandang mampu mendukung percepatan pembangunan sekaligus memperkuat kemandirian fiskal.
Menutup forum, Masyita menegaskan transformasi sektor keuangan merupakan bagian penting dari langkah menuju Indonesia Emas 2045. Ia menekankan pentingnya sinergi antara BI, OJK, LPS, Kementerian Keuangan, pelaku usaha, dan masyarakat untuk memperkuat stabilitas ekonomi. “Dengan sektor keuangan yang terintegrasi dan inklusif, kita tidak hanya menjaga stabilitas saat ini, tetapi juga menyiapkan pondasi kuat bagi generasi mendatang,” tandasnya. (Ira)