Krjogja.com - YOGYA - Seperti orkestra yang tiba-tiba berubah haluan di tengah lagu, Rebellion Rose memutuskan keluar dari pakem punk rock yang selama 17 tahun telah menjadi napas mereka.
Band asal Yogyakarta itu merayakan ulang tahunnya lewat sebuah eksperimen musikal: album ketujuh bertajuk The Champs, yang bakal diluncurkan bersamaan dengan gelaran YK RebelFest 2025 pada 31 Agustus di Stadion Maguwoharjo, Sleman.
Baca Juga: Prediksi Skor: Fulham Tantang Manchester United yang Masih Mencari Kemenangan Perdana
Berisi sepuluh nomor lama yang telah menjadi anthem perjalanan mereka, The Champs bukan sekadar kompilasi. Ia adalah re-interpretasi, sebuah “cover version” dari diri mereka sendiri.
Lagu-lagu seperti Bermalam Bintang, yang dulu dibalut distorsi punk, kini hadir dengan sentuhan mariachi ala Wild West. Atau Grinta, yang kini dikemas jadi a-punk-capella, menjelma seperti paduan suara jalanan yang liar namun rapi.
“Album ini kami sebut The Champs karena berisi lagu-lagu pemenang. Lagu-lagu yang selalu jadi penanda perjalanan kami,” ujar Fahmi Muzaki a.k.a Amek gitaris Rebellion Rose, usai jumpa media konser Rebelfest belum lama ini.
Baca Juga: Mendagri Cup 2025 Taekwondo Championship, M Ravli Raih Mendali Emas
Proses penggarapan album ini lebih menyerupai jam session lintas genre. Mereka menggandeng musisi lain untuk menambahkan warna, lalu membiarkan tiap lagu berjalan bebas tanpa harus tunduk pada akar punk rock. Hasilnya, lahir ragam aransemen mengejutkan:
Sindikat Pekerja Keras (dub sound system version), Berbahagialah (brutal funkot remix version), Terimakasih (soul touching strings version).
“Justru ketika referensi punk kami singkirkan dulu, ruang kreativitas itu makin luas. Rasanya seperti latihan ulang jadi band baru,” tambah Ryan, bassist band.
Meski bereksperimen, roh Rebellion Rose tetap sama: kritis, keras kepala, dan penuh semangat DIY. Nama mereka—Rebellion sebagai perlawanan, Rose sebagai harapan—kembali menemukan maknanya lewat album ini: perlawanan bukan hanya soal lirik, tapi juga keberanian mengubah bentuk musik sendiri.
Perayaan 17 tahun pun mereka sebut sebagai perayaan kultur perlawanan. “Kami ingin RebelFest kali ini jadi momentum menyatukan semangat kolektif. Bukan hanya konser, tapi perayaan bersama,” tegas Amek.
Dengan personel Fyan Sinner (vokal), Fahmi Muzaki “Amek” (gitar), Gilang Sandi “Ceking” (drum), dan Ryan (bass), Rebellion Rose seolah menulis ulang partitur sejarah mereka.
The Champs menjadi bukti bahwa lagu-lagu lama tak selalu harus dibekukan, tetapi bisa hidup kembali dengan warna baru—selama masih ada nyali untuk mengutak-atik harmoni.(*)